Kitab Yehezkiel, seorang nabi yang diasingkan ke Babel, penuh dengan penglihatan dramatis dan nubuat yang tegas. Salah satu bagian yang paling kuat dari pesannya terdapat dalam pasal 17, di mana ia menggunakan alegori tentang pohon cedar yang besar dan dua ekolah untuk menggambarkan nasib kerajaan Yehuda dan para penguasanya. Ayat 21 dalam pasal ini, "Dan semua orang-orangnya yang telah dipilihnya akan mati oleh pedang, dan orang-orang yang tersisa akan tersebar kepada segala angin; maka kamu akan mengetahui bahwa Aku, TUHAN, yang berfirman," adalah puncak dari nubuat kehancuran yang ditujukan kepada Pangeran Zedekia dan bangsanya.
Nubuat ini disampaikan pada masa ketika Yehuda berada di ambang kehancuran total. Di bawah tekanan dari Mesir dan Babel, Zedekia membuat pilihan yang ceroboh dengan memberontak terhadap kekuasaan Babel. Yehezkiel, melalui penglihatan yang diberikan Tuhan, melihat bahwa pemberontakan ini bukanlah tanda kekuatan atau kebijaksanaan, melainkan kebodohan yang akan membawa malapetaka. Pohon cedar yang megah, yang melambangkan kedaulatan dan kemuliaan Yehuda, pada akhirnya akan dicabut dan dibakar.
Ayat 21 secara lugas menyatakan konsekuensi dari ketidaktaatan dan kesombongan. Frasa "mati oleh pedang" merujuk pada kekalahan militer dan kematian para pemimpin serta pejuang Yehuda yang mencoba melawan. Kekaisaran Babel, yang saat itu merupakan kekuatan militer dominan, tidak akan membiarkan pemberontakan sekecil apa pun tanpa hukuman. Pedang di sini adalah simbol dari kekerasan dan penghancuran yang tak terhindarkan.
Lebih lanjut, ayat ini menggambarkan nasib mereka yang selamat: "dan orang-orang yang tersisa akan tersebar kepada segala angin." Ini adalah gambaran yang menyayat hati tentang pembuangan. Para penduduk Yehuda yang tidak terbunuh dalam pertempuran akan tercerai-berai di seluruh penjuru kekaisaran Babel, kehilangan tanah air, identitas, dan komunitas mereka. Mereka akan menjadi seperti debu yang diterbangkan angin, tanpa tempat berpijak yang kokoh. Ini adalah hukuman yang jauh lebih mendalam daripada sekadar kematian, yaitu kehilangan segalanya.
Namun, di balik nubuat kehancuran ini, terdapat penekanan ilahi yang krusial: "maka kamu akan mengetahui bahwa Aku, TUHAN, yang berfirman." Tuhan ingin menegaskan otoritas dan kedaulatan-Nya. Melalui peristiwa tragis ini, baik bagi mereka yang tertindas maupun mereka yang menindas, seharusnya umat manusia menyadari bahwa ada kekuatan yang lebih besar di alam semesta yang mengatur jalannya sejarah. Yehezkiel berfungsi sebagai medium untuk menyampaikan kebenaran ilahi ini, meskipun pesan itu membawa konsekuensi yang mengerikan.
Yehezkiel 17:21 bukan sekadar catatan sejarah tentang kejatuhan sebuah kerajaan. Ini adalah peringatan abadi tentang bahaya kesombongan, ketidaksetiaan, dan kegagalan untuk mengenali dan menghormati kekuasaan ilahi. Pesan ini mengajarkan bahwa tindakan, terutama yang didorong oleh ambisi duniawi tanpa hikmat ilahi, memiliki konsekuensi yang nyata dan seringkali menghancurkan. Ketegasan Tuhan dalam menegakkan keadilan-Nya, bahkan melalui cara yang menyakitkan, adalah inti dari kebenaran yang disampaikan oleh nabi Yehezkiel.