Yehezkiel 18:29

"Tetapi kata orang Israel: 'Jalan Tuhan tidak adil.' Sungguh, hai kaum Israel, bukankah jalanmu yang tidak adil, melainkan jalan-Ku?"
Keadilan Ilahi

Visualisasi konsep keseimbangan dan keadilan ilahi.

Ayat Yehezkiel 18:29 menyoroti sebuah dialog penting antara Tuhan dan umat-Nya, kaum Israel. Di sini, Tuhan mengoreksi persepsi mereka yang keliru bahwa jalan-Nya tidak adil. Frasa "jalan Tuhan tidak adil" menunjukkan adanya ketidakpuasan, rasa diperlakukan semena-mena, atau pemahaman yang dangkal tentang keadilan ilahi. Tuhan kemudian menegaskan, "Sungguh, hai kaum Israel, bukankah jalanmu yang tidak adil, melainkan jalan-Ku?" Ini adalah sebuah cerminan langsung, sebuah ajakan untuk introspeksi diri.

Seringkali, manusia cenderung menilai keadilan dari sudut pandang kepentingan pribadi dan pemahaman terbatas yang dimiliki. Ketika situasi tidak berjalan sesuai harapan atau ketika hukuman datang, mudah sekali untuk menyalahkan sumber eksternal, termasuk Tuhan. Namun, perspektif ilahi jauh melampaui apa yang bisa kita pahami. Keadilan Tuhan tidak didasarkan pada preferensi sesaat atau emosi manusia, melainkan pada standar kebenaran yang kekal dan konsekuensi dari setiap tindakan.

Dalam konteks kitab Yehezkiel, ayat ini muncul setelah Tuhan menjelaskan konsep pertanggungjawaban individu. Sebelumnya, umat Israel mungkin masih berpegang pada pemahaman komunal bahwa dosa nenek moyang akan ditimpakan kepada anak cucu. Tuhan dengan tegas menolak pandangan ini dan menyatakan bahwa setiap individu akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan mereka sendiri. Jika seseorang berdosa, ia akan menanggung dosanya; jika ia bertobat dan berbuat benar, ia akan hidup. Keadilan Tuhan, dalam hal ini, adalah keadilan yang sangat pribadi dan memulihkan.

Tuhan ingin umat-Nya memahami bahwa jalan-Nya adalah jalan kebenaran, kasih, dan pembaharuan. Ketidakadilan yang mereka rasakan seringkali merupakan akibat dari pilihan dan tindakan mereka sendiri yang menjauhi firman Tuhan. Ini adalah peringatan agar kita tidak cepat menghakimi, tetapi lebih merenungkan hati dan perilaku kita sendiri di hadapan Tuhan. Apakah kita benar-benar berjalan di jalan yang dikehendaki-Nya, ataukah kita menciptakan jalan kita sendiri yang pada akhirnya justru menyesatkan?

Memaknai Yehezkiel 18:29 berarti menerima bahwa Tuhan memiliki standar yang tinggi dan kesempurnaan dalam setiap keputusan-Nya. Ini bukanlah penolakan terhadap keadilan yang kita rasakan atau harapkan di dunia ini, melainkan sebuah undangan untuk menyelaraskan pandangan kita dengan pandangan Tuhan. Dengan memahami dan menerima jalan-Nya, kita dapat menemukan kedamaian sejati dan kepastian bahwa keadilan, pada akhirnya, selalu berpihak pada kebenaran-Nya yang tak tergoyahkan.