"Ia menjadi seekor singa muda, lalu belajar menerkam mangsa, dan ia memakan manusia."
Ayat Yehezkiel 19:5 melukiskan sebuah gambaran yang kuat dan menyentuh tentang kehancuran dan kehilangan yang dialami Yehuda. Gambaran singa muda yang belajar menerkam mangsa dan akhirnya memakan manusia, merujuk pada sosok anak seorang ratu yang dibawa ke pembuangan. Gambaran ini bukan hanya sekadar alegori, tetapi refleksi mendalam atas nasib tragis seorang pemimpin yang potensial, yang seharusnya menjadi pelindung, justru berakhir dengan merusak atau membawa celaka.
Konteks historis ayat ini sangat krusial. Nabi Yehezkiel berbicara kepada orang-orang Yehuda yang telah dibuang ke Babel. Mereka kehilangan tanah air, Bait Suci, dan raja mereka. Keadaan ini adalah buah dari dosa dan ketidaktaatan mereka kepada Allah. Ayat ini, bersama dengan ayat-ayat di sekitarnya, menggambarkan penderitaan yang dirasakan oleh para pemimpin dan bangsa secara keseluruhan. Singa muda yang digambarkan adalah personifikasi dari anak raja, yaitu Yoyakhin, yang ditawan ke Babel. Ia adalah pewaris takhta Yehuda, yang diharapkan akan membawa kemakmuran dan kemenangan bagi kerajaannya.
Namun, nasibnya justru berbanding terbalik. Alih-alih menjadi singa pelindung, ia digambarkan menjadi singa yang menerkam. Kata "menerkam mangsa" dan "memakan manusia" mengindikasikan kehancuran yang ia bawa, baik kepada musuh-musuhnya maupun mungkin secara tidak langsung kepada rakyatnya sendiri akibat kesalahan kepemimpinan atau situasi yang dihadapinya. Ini adalah cerminan dari kondisi politik yang kacau, di mana kekuatan yang seharusnya digunakan untuk kebaikan malah berujung pada kehancuran.
Meskipun ayat ini terdengar gelap dan penuh keputusasaan, dalam narasi yang lebih luas dalam Yehezkiel, selalu ada secercah harapan dari Allah. Pembuangan dan penghukuman ini bukanlah akhir dari segalanya, melainkan sebuah proses pemurnian. Allah berdaulat atas segala sesuatu, termasuk atas kejatuhan dan kebangkitan bangsa-Nya. Gambaran singa muda yang tersesat ini berfungsi sebagai peringatan keras, namun juga sebagai fondasi untuk pemulihan di masa depan.
Dalam kehidupan modern, ayat ini dapat mengingatkan kita tentang konsekuensi dari tindakan kita, terutama bagi mereka yang memiliki posisi kepemimpinan. Sifat-sifat seperti keserakahan, ambisi yang salah, atau ketidakmampuan untuk menggunakan kekuatan secara bijak dapat membawa kehancuran, tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang-orang di sekitar kita. Penting untuk merenungkan bagaimana kita menggunakan pengaruh dan kekuatan yang dipercayakan kepada kita.
Lebih jauh lagi, ayat ini mendorong kita untuk mencari harapan yang sejati, yang tidak bergantung pada kekuatan duniawi atau kepemimpinan manusia semata. Harapan yang ditawarkan oleh Firman Allah adalah harapan yang kekal dan teguh. Meskipun gambaran singa muda ini melambangkan kepedihan dan kehancuran, ia juga menjadi pengantar untuk janji Allah akan pemulihan dan pemerintahan yang adil di masa mendatang melalui Mesias, sang Singa dari suku Yehuda.