"Dan terjadilah, ketika anak manusia mengerang dengan sakit yang hebat, maka setiap pinggang meliliti kain kabung, dan setiap kepala menjadi botak, dan setiap janggut dicukur, dan setiap tangan dipukul ke paha, dan setiap kaki dilumuri darah."
Ayat Yehezkiel 21:7 adalah gambaran yang sangat kuat dan mencekam. Di tengah kekacauan dan penderitaan yang melanda bangsa Yehuda, Allah melalui nabi Yehezkiel menyampaikan sebuah nubuat yang tidak hanya menggambarkan kehancuran fisik, tetapi juga dampak psikologis dan emosional yang mendalam. Frasa "setiap pinggang meliliti kain kabung, dan setiap kepala menjadi botak, dan setiap janggut dicukur, dan setiap tangan dipukul ke paha, dan setiap kaki dilumuri darah" bukanlah sekadar deskripsi visual, melainkan ungkapan keputusasaan, kesedihan yang mendalam, dan ketakutan yang melumpuhkan.
Kain kabung sering kali diidentikkan dengan duka cita dan penyesalan. Tindakan melilitkannya di pinggang menunjukkan kerendahan diri dan kesiapan untuk menghadapi kesulitan yang berat. Kepal botak dan janggut yang dicukur adalah tanda-tanda kesedihan yang ekstrem, sering kali dilakukan sebagai bentuk ratapan atas kehilangan besar. Tangan yang dipukul ke paha adalah gestur keputusasaan, sebuah pengakuan atas ketidakberdayaan menghadapi takdir yang mengerikan. Sementara itu, kaki yang dilumuri darah menggambarkan medan pertempuran yang kejam dan tumpahnya darah yang tak terhitung jumlahnya.
Konteks ayat ini adalah ancaman invasi Babilonia di bawah Raja Nebukadnezar. Bangsa Yehuda telah berulang kali mengabaikan peringatan Allah, menyembah berhala, dan hidup dalam ketidakadilan. Akibatnya, mereka harus menghadapi murka ilahi yang akan datang dalam bentuk pedang terhunus. Ayat ini bukanlah tentang hukuman semata, tetapi juga tentang konsekuensi dari pilihan-pilihan yang dibuat. Ketika manusia memilih jalan yang menjauh dari Tuhan, mereka membuka diri terhadap kehancuran.
Pesan Yehezkiel 21:7 sangat relevan hingga saat ini. Ia mengingatkan kita bahwa tindakan memiliki konsekuensi. Dalam skala pribadi, kesalahan dan dosa dapat membawa penderitaan dan kesedihan. Dalam skala kolektif, ketidakadilan, penindasan, dan penolakan terhadap prinsip-prinsip moral dapat menyebabkan kehancuran sosial dan politik. Gambarannya tentang keputusasaan dan penderitaan mengingatkan kita akan kerapuhan kehidupan dan betapa pentingnya menjaga hubungan yang benar dengan Sang Pencipta dan sesama.
Meskipun ayat ini melukiskan gambaran yang suram, ia juga mengandung harapan tersirat. Penggunaan kata "terjadilah" menunjukkan bahwa ini adalah bagian dari rencana ilahi yang lebih besar. Dan bahkan di tengah kehancuran, pemulihan selalu menjadi kemungkinan bagi mereka yang mau bertobat dan kembali kepada Tuhan. Yehezkiel 21:7 adalah pengingat yang kuat akan keadilan Allah, tetapi juga panggilan untuk refleksi diri dan tindakan yang bertanggung jawab.