Datanglah firman TUHAN kepadaku, bunyinya:
Kitab Yehezkiel adalah salah satu kitab nubuat dalam Perjanjian Lama yang penuh dengan gambaran visual yang kuat dan pesan yang mendalam. Pasal 27 khususnya menyoroti murka Allah terhadap kota Tirus, sebuah pusat perdagangan maritim yang kaya dan berkuasa di zamannya. Ayat pembuka, Yehezkiel 27:1, menjadi gerbang menuju serangkaian penglihatan kenabian yang dramatis. Firman Tuhan datang kepada Yehezkiel, memerintahkannya untuk menyampaikan pesan penghakiman yang akan segera menimpa Tirus.
Kota Tirus pada masa itu dikenal sebagai "ratu lautan" karena kemakmurannya yang luar biasa. Berada di pulau yang strategis, Tirus menguasai jalur perdagangan laut, mengumpulkan kekayaan dari berbagai penjuru dunia melalui barang-barang dagangannya yang mewah. Ketenaran dan kekayaan ini membawa kesombongan dan keangkuhan bagi penduduknya. Mereka merasa tidak tersentuh oleh kekuatan apa pun, bahkan oleh murka Allah sekalipun. Inilah latar belakang mengapa pesan penghakiman ini begitu penting.
Ketika firman Tuhan datang kepada Yehezkiel, itu bukanlah sekadar berita biasa. Itu adalah wahyu ilahi yang membawa otoritas dan kepastian. Pesan ini bukan berasal dari pemikiran manusia, melainkan dari Yang Mahakuasa yang melihat segala sesuatu dengan jelas, termasuk kejahatan yang tersembunyi di balik fasad kemakmuran Tirus. Yehezkiel, sebagai nabi, memiliki tugas yang berat untuk menyampaikan kebenaran ilahi ini kepada umat-Nya, bahkan ketika pesan itu membawa berita buruk.
Ayat ini, Yehezkiel 27:1, adalah pengantar. Ia mempersiapkan pendengar untuk apa yang akan datang. Gambaran yang akan disajikan dalam pasal-pasal berikutnya adalah alegori yang kaya tentang kapal Tirus yang megah, yang pada akhirnya akan tenggelam dalam malapetaka. Setiap detail dari kapal tersebut—tiang layar, papan, layar, tiang-tiang kapal—akan dihubungkan dengan dosa-dosa dan kesombongan Tirus. Melalui perumpamaan ini, Allah ingin menunjukkan betapa rapuhnya kemuliaan duniawi jika tidak didasarkan pada kebenaran dan kekudusan-Nya.
Fokus pada Tirus dalam Yehezkiel 27 juga memiliki implikasi teologis yang mendalam. Ini menunjukkan bahwa Allah peduli terhadap keadilan, bahkan dalam urusan perdagangan dan ekonomi dunia. Keserakahan, penipuan, dan kesombongan yang seringkali menyertai kemakmuran dapat menarik murka ilahi. Pesan Yehezkiel mengingatkan kita bahwa kekayaan dan kekuasaan duniawi, betapapun mengesankannya, pada akhirnya bersifat sementara dan dapat dihancurkan. Hanya dasar rohani yang kokoh, yang dibangun di atas ketaatan kepada firman Tuhan, yang akan bertahan.
Oleh karena itu, Yehezkiel 27:1 bukan hanya permulaan dari sebuah nubuat, tetapi juga sebuah pengingat abadi tentang kedaulatan Allah atas semua bangsa dan segala bentuk peradaban. Pesan ini terus bergema hingga kini, menantang kita untuk memeriksa hati kita dan memastikan bahwa segala aktivitas kita, baik pribadi maupun komunal, selaras dengan kehendak-Nya.
Untuk mempelajari lebih lanjut mengenai konteks historis dan teologis dari kitab Yehezkiel, Anda bisa merujuk pada Alkitab SABDA.