Yehezkiel 27

Ratapan Nabi Yehezkiel atas Kehancuran Tirus

Simbol Peringatan dan Kehancuran

Kitab Yehezkiel pasal 27 merupakan sebuah ratapan yang mendalam dan gambaran yang sangat detail mengenai kemakmuran serta kejatuhan kota Tirus. Tirus, pada masanya, adalah sebuah kota pelabuhan yang sangat penting dan pusat perdagangan maritim di wilayah Laut Tengah. Kemasyhurannya dibangun di atas kekayaan, kemewahan, dan kekuatan niaganya yang luar biasa, menjadikannya seperti ratu di antara bangsa-bangsa maritim.

Nabi Yehezkiel diperintahkan untuk menyampaikan firman TUHAN yang berbunyi, "Hai anak manusia, arahkanlah ratapanmu kepada Tirus!" (Yehezkiel 27:2). Ratapan ini bukan sekadar ungkapan kesedihan, melainkan sebuah nubuat penghakiman yang akan menimpa Tirus karena kesombongan dan ketidakadilannya. Ayat-ayat berikutnya menggambarkan Tirus sebagai sebuah kapal yang megah, dengan tiang-tiang layar dari kayu aras dari Senir, papan-papan geladaknya dari pohon aras dari Libanon, dayung-dayungnya dari pohon ek Basan, dan bangku-bangku kemudinya dari gading yang diimpor dari Kirat. Kemegahan ini menunjukkan betapa luasnya jaringan perdagangan Tirus dan betapa tingginya statusnya di dunia saat itu.

Kekayaan Tirus berasal dari berbagai penjuru dunia. Mereka berdagang dengan Efraim, Yehuda, Damsyik, Helbon, dan Kabul. Dari Hauran mereka mengimpor anggur, dari Sirkasia mereka mendapatkan wol halus. Dari Dedan mereka membeli permadani dan dari banyak tempat lain mereka mendatangkan barang-barang mewah seperti perak, timah, besi, timah hitam, tembaga, emas, batu mulia, dan rempah-rempah. Gambaran ini melukiskan sebuah kota yang memiliki akses ke segala jenis komoditas dan menjadi pusat bertemunya berbagai bangsa dan budaya. Kehidupan di Tirus dipenuhi dengan kemewahan, tarian, dan kegembiraan, seolah-olah mereka tidak pernah mengenal kesulitan.

"Engkau telah menjadi pelabuhan kapal-kapal yang paling indah, engkau telah menjadi yang paling sempurna di tengah lautan." - Yehezkiel 27:3

Namun, di balik segala kemegahan itu, terdapat benih kehancuran. Kemakmuran Tirus telah membuat mereka sombong dan melupakan Sumber segala berkat. Mereka mengandalkan kekuatan militer dan ekonomi mereka sendiri, serta menikmati kemuliaan yang seharusnya hanya menjadi milik Allah. Yehezkiel secara gamblang menyatakan bahwa kehancuran Tirus akan datang bukan hanya dari tangan manusia, tetapi juga sebagai wujud keadilan ilahi atas kesombongan mereka.

Ayat-ayat dalam pasal ini meramalkan kedatangan musuh yang akan mendatangkan kehancuran total bagi Tirus. Segala kemewahan akan lenyap, kapal-kapal mereka akan tenggelam, para pedagangnya akan berjatuhan, dan kota itu akan menjadi abu di tengah laut. Nubuat ini kemudian tergenapi ketika Tirus dihancurkan oleh Nebukadnezar dari Babel, dan kemudian oleh Aleksander Agung. Kejatuhan Tirus menjadi sebuah kesaksian peringatan bagi semua bangsa tentang bahaya kesombongan, ketergantungan pada kekayaan duniawi, dan pengabaian terhadap kedaulatan Allah.

Pasal 27 Yehezkiel bukan hanya sebuah cerita sejarah mengenai keruntuhan sebuah kota, tetapi juga sebuah pelajaran teologis yang mendalam. Ini mengingatkan kita bahwa kekayaan dan kekuasaan, betapapun besarnya, bersifat sementara. Hanya dalam kedaulatan dan kebaikan Allah manusia dapat menemukan kemakmuran yang sejati dan kekal. Kemegahan yang dibangun di atas kesombongan dan ketidakadilan pasti akan runtuh, sementara kebenaran dan keadilan Allah akan bertahan selamanya. Ratapan Yehezkiel atas Tirus menjadi gema peringatan yang relevan hingga kini, mengingatkan kita untuk tidak pernah bergantung pada kekuatan diri sendiri, melainkan senantiasa menempatkan Allah di atas segalanya.