"Akulah TUHAN, Allahmu. Maka sekarang, hai raja Tirus, beginilah firman Tuhan ALLAH: Oleh karena hatimu menjadi sombong, dan engkau berkata: Aku adalah Allah, aku duduk di tahta Allah di tengah lautan -- padahal engkau hanyalah manusia, bukan Allah, walaupun engkau menyamakan dirimu dengan Allah --
Visualisasi kesombongan dan pesan ilahi.
Ayat Yehezkiel 28:1 merupakan pembukaan yang kuat dari sebuah nubuat yang ditujukan kepada penguasa kota Tirus. Kota Tirus pada masanya adalah pusat perdagangan maritim yang sangat kaya dan berpengaruh di Fenisia. Keberhasilan dan kemakmuran Tirus yang luar biasa seringkali membuat para penguasanya menjadi sangat arogan dan merasa diri mereka setara, bahkan lebih tinggi dari Allah sendiri.
Firman Tuhan yang disampaikan melalui nabi Yehezkiel ini secara langsung menyoroti akar masalah dari penguasa Tirus: kesombongan hati. Kata "sombong" dalam konteks ini bukanlah sekadar rasa bangga biasa, melainkan sebuah keangkuhan yang ekstrem, sebuah penolakan terhadap otoritas ilahi. Penguasa Tirus melihat kekayaannya, kekuasaannya, dan pengaruh kota yang dipimpinnya, lalu dalam kesombongannya ia menganggap dirinya sebagai dewa. Ia mendudukkan diri di "tahta Allah di tengah lautan", sebuah metafora untuk kekuasaan dan kemuliaannya yang melambangkan dominasinya di dunia perdagangan maritim.
Namun, pesan ilahi ini dengan tegas mengingatkan bahwa kenyataan sebenarnya adalah sebaliknya. Penguasa Tirus hanyalah seorang manusia. Meskipun ia menikmati kemuliaan duniawi yang tampak ilahi, ia tetaplah makhluk ciptaan yang fana. Perbandingan ini menunjukkan betapa besar jurang pemisah antara keangkuhan penguasa Tirus dan kebenaran mutlak dari Allah yang Maha Kuasa. Ia telah kehilangan pandangan akan realitas dan terperosok dalam ilusi keilahiannya sendiri.
Nubuat ini berfungsi sebagai peringatan keras. Kesombongan seringkali menjadi awal dari kejatuhan. Ketika seseorang atau sebuah bangsa menolak untuk mengakui kedaulatan Allah dan mengagungkan diri sendiri, mereka menempatkan diri pada jalur kehancuran. Pesan Yehezkiel 28:1 bukan hanya tentang penguasa Tirus di masa lalu, tetapi juga menjadi pelajaran abadi bagi setiap individu dan masyarakat. Mengingat asal-usul kita sebagai manusia dan mengakui Allah sebagai Pencipta dan Pengatur segalanya adalah fondasi penting untuk menghindari kesombongan yang merusak.
Kejatuhan Tirus, yang diramalkan dalam pasal ini, menjadi bukti nyata bahwa tidak ada kekayaan, kekuasaan, atau kemuliaan duniawi yang dapat menandingi atau menggantikan Allah. Penguasa Tirus, dalam keangkuhannya, melupakan bahwa semua yang ia miliki berasal dari berkat Tuhan. Akibat kesombongannya, ia akan menghadapi penghakiman ilahi. Ayat ini memulai serangkaian pernyataan yang lebih dalam mengenai dosa dan hukuman bagi penguasa Tirus, yang puncaknya adalah kehancuran total kota tersebut. Ini adalah kisah tentang bagaimana kesombongan dapat membutakan seseorang terhadap kebenaran ilahi dan mengarah pada konsekuensi yang menghancurkan.