"Di salah satu balai perhentian ada meja-meja di sisi pintu gerbang, tempat orang mempersembahkan korban bakaran."
Ilustrasi sederhana gerbang dengan meja persembahan.
Kitab Yehezkiel, terutama pasal 40-48, menyajikan visi kenabian tentang bait Allah yang baru, yang dibangun kembali setelah pembuangan di Babel. Ayat Yehezkiel 40:38 secara spesifik menyebutkan sebuah detail penting dalam tata letak bait Allah tersebut: "Di salah satu balai perhentian ada meja-meja di sisi pintu gerbang, tempat orang mempersembahkan korban bakaran." Penggambaran ini bukan hanya arsitektur semata, tetapi sarat makna teologis dan spiritual bagi umat Allah.
Penempatan meja-meja di dekat pintu gerbang menandakan kesiapan dan kemudahan akses bagi umat untuk memenuhi kewajiban ibadah mereka. Dalam konteks bait Allah Perjanjian Lama, korban bakaran merupakan elemen krusial dalam penyembahan. Korban ini melambangkan penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan, pengakuan dosa, dan permohonan pengampunan. Keberadaan meja-meja yang siap pakai menunjukkan betapa Tuhan telah menyediakan sarana bagi umat-Nya untuk mendekat kepada-Nya, membersihkan diri, dan memperbaharui hubungan mereka. Ini adalah gambaran kasih karunia yang proaktif dari Tuhan.
Visi Yehezkiel tentang bait Allah ini sering ditafsirkan memiliki makna nubuat yang lebih dalam, yang genap di dalam Yesus Kristus. Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus sendiri menjadi Bait Allah yang sejati, tempat pertemuan antara Allah dan manusia. Kematian dan kebangkitan-Nya menjadi korban pendamaian yang sempurna bagi dosa umat manusia. Oleh karena itu, meja-meja di pintu gerbang bait Allah yang baru dapat dimaknai sebagai kesempatan yang terus-menerus ditawarkan kepada setiap orang untuk datang kepada Kristus, menerima pengampunan, dan mempersembahkan hidup mereka sebagai korban yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah (Roma 12:1).
Detail penempatan meja ini juga menggarisbawahi pentingnya ibadah yang teratur dan tertib. Bait Allah yang digambarkan Yehezkiel adalah tempat yang megah dan terstruktur, yang mencerminkan kekudusan dan keteraturan Allah sendiri. Meja-meja yang telah disediakan menyiratkan bahwa Tuhan menghendaki ibadah yang dilakukan dengan benar dan hormat. Ini mendorong umat untuk tidak hanya datang, tetapi juga datang dengan persiapan hati yang tulus, siap untuk berkorban dan menyenangkan hati Tuhan.
Lebih jauh lagi, visi ini memberikan pengharapan yang kuat. Setelah kehancuran bait Allah sebelumnya, gambaran pembangunan kembali dengan detail yang begitu jelas, termasuk tempat untuk korban bakaran, menunjukkan bahwa Allah tidak meninggalkan umat-Nya. Ia berjanji untuk memulihkan mereka, dan bahwa ibadah kepada-Nya akan kembali ditegakkan, bahkan dalam kemuliaan yang lebih besar. Yehezkiel 40:38, sebagai bagian dari visi yang lebih luas, menjadi saksi bisu dari kesetiaan Allah dan rencana-Nya yang sempurna untuk umat-Nya, baik di masa lalu, kini, maupun masa depan.