"Dan pada hari ketujuh, imam harus menyucikan mezbah itu, menaikkan korban bakaran dan korban santapan di atasnya, dan mempersembahkan korban penghapus dosa untuk mezbah itu."
Ayat Yehezkiel 43:22 membawa kita pada gambaran yang kuat mengenai pemulihan dan kesucian dalam konteks ritual keagamaan kuno. Di tengah deskripsi mengenai bait Allah yang baru dan disucikan, ayat ini menyoroti tindakan penting yang dilakukan oleh para imam. Tiga elemen utama dapat kita amati: pembersihan mezbah, persembahan korban bakaran, dan korban santapan, serta yang terpenting, persembahan korban penghapus dosa.
Dalam tradisi Israel kuno, mezbah adalah pusat dari segala persembahan dan penebusan dosa. Mezbah yang diperintah untuk disucikan menandakan bahwa setiap praktik ibadah yang dilakukan haruslah dimulai dari keadaan yang bersih dan murni. Ini bukan sekadar tindakan fisik membersihkan kotoran, melainkan sebuah simbolisasi spiritual yang mendalam. Keadaan yang suci adalah prasyarat mutlak untuk dapat mendekat kepada Allah yang Maha Suci.
Persembahan korban bakaran dan korban santapan menunjukkan rasa syukur, ketaatan, dan pengabdian umat kepada Allah. Korban bakaran adalah persembahan yang seluruhnya dikonsumsi api, melambangkan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah. Korban santapan melambangkan persekutuan dan kegembiraan dalam hubungan dengan Tuhan. Kedua jenis persembahan ini menegaskan pentingnya menjaga relasi yang baik dengan Sang Pencipta melalui berbagai bentuk ibadah.
Namun, elemen yang paling krusial dalam ayat ini adalah "korban penghapus dosa". Ini menegaskan realitas dosa manusia dan kebutuhan yang mendesak akan pengampunan. Dalam konteks Yehezkiel, penyucian mezbah ini mengantisipasi dan mengarah pada pemahaman yang lebih dalam tentang penebusan yang akan datang. Dosa merupakan penghalang utama antara manusia dan Allah. Tanpa penebusan, tidak ada jalan untuk kembali kepada kesucian yang telah dirusak oleh pelanggaran.
Ayat Yehezkiel 43:22, ketika dipahami dalam terang iman Kristen, menemukan pemenuhan puncaknya dalam diri Yesus Kristus. Yesus adalah Imam Besar Agung yang mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban yang sempurna dan tak bercacat untuk menghapus dosa seluruh dunia. Darah-Nya yang tercurah di kayu salib menyucikan bukan hanya mezbah fisik, tetapi menyucikan hati dan jiwa setiap orang yang percaya. Melalui Kristus, kita mendapatkan akses kepada Bapa di surga, dengan keyakinan akan pengampunan dosa dan kehidupan baru yang kudus.
Kini, bukan lagi mezbah batu yang disucikan, melainkan hati kita yang dipanggil untuk menjadi bait Roh Kudus. Setiap hari, kita diundang untuk terus hidup dalam kesucian, menjauhkan diri dari dosa, dan mempersembahkan hidup kita sebagai korban yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah. Pemahaman atas Yehezkiel 43:22 mengingatkan kita akan nilai agung dari pengorbanan Kristus dan panggilan kita untuk hidup dalam kesucian yang telah dianugerahkan kepada kita.
Pembersihan dan persembahan ini bukan sekadar ritual masa lalu, melainkan gambaran abadi tentang bagaimana hubungan yang benar dengan Allah dapat dipulihkan. Kita diingatkan bahwa kesucian, syukur, dan pengampunan adalah pilar penting dalam perjalanan iman kita. Melalui pemahaman yang lebih dalam akan kebenaran ilahi ini, kita dapat terus bertumbuh dalam pengenalan akan Allah dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya, memuliakan nama-Nya dalam segala aspek kehidupan kita.