"Setiap tahun kamu harus membebaskan abdi-abdi Ibranimu, laki-laki dan perempuan. Tetapi kamu telah ingkar dan tidak membebaskan seorang pun dari mereka yang menjadi budakmu."
Ayat Yeremia 34:14 menyoroti sebuah prinsip penting dalam hukum Taurat dan panggilan untuk keadilan serta belas kasihan, yaitu tentang pembebasan budak. Dalam masyarakat kuno, termasuk di Israel, perbudakan adalah kenyataan yang kompleks. Hukum Musa, yang diberikan melalui Tuhan, mengatur tentang perbudakan untuk memastikan bahwa itu tidak menjadi penindasan tanpa batas. Salah satu ketetapan yang sangat penting adalah kewajiban untuk membebaskan budak Ibrani setelah enam tahun masa pelayanan, atau pada tahun Yobel, yang merupakan tahun pemulihan.
Perintah yang tercatat dalam Yeremia 34:14 ini bukan perintah baru, melainkan pengingat tentang hukum yang sudah ada. Tuhan telah menetapkan bahwa budak Ibrani harus dibebaskan setiap tahun, atau setidaknya pada waktu-waktu tertentu yang ditetapkan. Ini menunjukkan betapa Tuhan peduli terhadap kesejahteraan umat-Nya dan ingin mencegah terbentuknya sistem penindasan yang permanen di antara mereka. Pembebasan ini bukan hanya tentang memberikan kebebasan fisik, tetapi juga tentang memulihkan martabat dan hak-hak dasar seseorang. Ini adalah perwujudan dari kasih dan keadilan ilahi yang menginginkan agar tidak ada seorang pun yang diperbudak secara permanen di tengah-tengah umat pilihan-Nya.
Namun, ayat ini juga mengungkapkan sebuah kegagalan yang serius dari pihak bangsa Israel. Mereka telah "ingkar" dan "tidak membebaskan seorang pun dari mereka yang menjadi budakmu." Ini adalah pengkhianatan terhadap perintah Tuhan dan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keadilan yang telah ditetapkan. Sikap ini menunjukkan keserakahan, kekerasan hati, dan ketidakpedulian terhadap sesama. Alih-alih menerapkan hukum Tuhan dengan setia, mereka memilih untuk memanfaatkan keadaan dan memperpanjang masa perbudakan demi keuntungan pribadi.
Konsekuensi dari ketidaktaatan ini tidak ringan. Dalam konteks Kitab Yeremia, ketidaktaatan seperti ini sering kali diikuti oleh hukuman ilahi, baik dalam bentuk malapetaka maupun pembuangan. Tuhan adalah Allah yang adil, dan Dia tidak akan membiarkan penindasan dan ketidakadilan berlanjut tanpa konsekuensi. Perintah untuk membebaskan budak adalah pengingat bahwa kebebasan adalah anugerah yang harus dijunjung tinggi, dan bahwa setiap individu memiliki nilai yang melekat yang tidak boleh dirampas.
Dalam konteks yang lebih luas, Yeremia 34:14 juga dapat dilihat sebagai gambaran tentang hubungan kita dengan Tuhan. Ketika kita mengingkari perintah-Nya, kita secara efektif kembali memperbudak diri kita sendiri pada dosa, egoisme, dan hal-hal duniawi. Pembebasan yang ditawarkan oleh Tuhan melalui Yesus Kristus adalah pembebasan dari perbudakan dosa. Sama seperti hukum Musa menekankan pembebasan budak Ibrani, Yesus datang untuk membebaskan kita dari belenggu dosa, memberikan kehidupan baru dan pemulihan.
Pesan dari ayat ini relevan hingga kini. Ia mengingatkan kita untuk tidak mengabaikan perintah Tuhan, untuk berlaku adil dan belas kasih kepada sesama, serta untuk menghargai dan memperjuangkan kebebasan. Kegagalan untuk membebaskan mereka yang tertindas, baik secara fisik maupun spiritual, akan selalu memiliki konsekuensi. Marilah kita belajar dari kesalahan bangsa Israel dan merangkul kebebasan yang ditawarkan oleh Tuhan, sambil juga berupaya membebaskan orang lain dari berbagai bentuk perbudakan.