"Maka berkatalah TUHAN kepada Yeremia: "Beginilah firman TUHAN: Berkata kamu: ‘Lihatlah, kami akan melarikan diri dari pada orang-orang Kasdim.’ Tetapi janganlah kamu melarikan diri, sebab mereka akan menduduki kota ini."
Konteks historis Yeremia 37:6 menempatkan kita di tengah-tengah masa genting bagi Kerajaan Yehuda. Kota Yerusalem berada di bawah ancaman invasi dari Kekaisaran Babilonia di bawah pimpinan Nebukadnezar. Ketegangan terasa begitu pekat, dan rasa takut menyelimuti penduduk kota. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian dan kecemasan ini, muncul godaan besar untuk mencari keselamatan pribadi dengan cara melarikan diri dari kota yang tampaknya akan jatuh. Perintah Tuhan yang disampaikan melalui nabi Yeremia pada ayat ini, "Janganlah kamu melarikan diri," bukan sekadar larangan, melainkan sebuah pernyataan kehendak ilahi yang tegas di tengah kepanikan.
Perintah ini tentu saja sangat kontras dengan naluri bertahan hidup manusia. Siapa yang tidak akan mencoba menyelamatkan diri ketika bahaya besar mengintai? Namun, justru di sinilah letak kekuatan dan kedalaman pesan Yeremia. Tuhan tidak memberikan perintah ini tanpa alasan. Ia mengetahui apa yang akan terjadi dan ingin umat-Nya memiliki pemahaman yang benar tentang situasi tersebut. Melarikan diri dari Yerusalem pada saat itu, menurut firman Tuhan, bukanlah solusi, melainkan justru mengarah pada penangkapan dan pembuangan. Tuhan menghendaki agar mereka menghadapi kenyataan, bahkan jika itu berarti penderitaan.
Pesan "jangan melarikan diri" ini juga mengandung makna spiritual yang mendalam. Ia menuntut iman yang teguh dan ketaatan yang tanpa syarat kepada Tuhan. Tuhan meminta umat-Nya untuk tetap berada di tempat yang telah ditetapkan-Nya, bahkan ketika keadaan terlihat suram dan harapan tampak tipis. Ini adalah panggilan untuk tidak bertindak berdasarkan ketakutan, melainkan berdasarkan kepercayaan kepada rencana dan kuasa Tuhan. Yeremia sendiri seringkali berada dalam posisi yang sulit, menyampaikan pesan yang tidak populer dan seringkali membuatnya menjadi sasaran kemarahan serta penganiayaan. Namun, ia terus setia pada panggilannya.
Dalam kehidupan modern, kita mungkin tidak menghadapi invasi militer seperti bangsa Yehuda, tetapi kita kerap dihadapkan pada berbagai bentuk kesulitan, tantangan, dan ketidakpastian. Ada saat-saat ketika kita merasa ingin "melarikan diri" dari masalah pekerjaan, hubungan, atau krisis pribadi. Kita tergoda untuk mencari jalan keluar yang mudah, seringkali dengan mengabaikan prinsip-prinsip kebenaran atau panggilan hidup yang telah Tuhan tetapkan bagi kita. Ayat Yeremia 37:6 mengingatkan kita bahwa keputusan untuk tetap teguh dan setia pada posisi kita, meskipun sulit, seringkali merupakan jalan yang justru dikehendaki Tuhan. Ini adalah undangan untuk meninjau kembali reaksi kita terhadap kesulitan: apakah kita bertindak berdasarkan ketakutan dan naluri pribadi, atau berdasarkan iman dan keyakinan akan bimbingan ilahi? Kadang-kadang, menghadapi badai dengan teguh adalah cara kita melihat kekuatan Tuhan bekerja, bukan dengan cara yang kita bayangkan, tetapi dengan cara yang Ia pilih.