Yeremia 47:6 - Nubuat Penghancuran Filistin

"Ah, pedang TUHAN, bilakah engkau akan tenang? Pulanglah ke sarungmu, berhentilah dan tenan! Sebab TUHAN telah memerintahkannya melawan Askelon dan terhadap pantai Laut; terhadap tempat itu ia telah memerintahkannya."
Simbol pedang terhunus dengan ombak sebagai latar belakang

Kitab Yeremia merupakan salah satu kitab nabi-nabi besar dalam Perjanjian Lama, yang mencatat nubuat-nubuat Yeremia tentang penghakiman yang akan menimpa bangsa-bangsa, termasuk bangsa Israel sendiri, akibat dosa-dosa mereka. Namun, dalam pasal 47, fokus penglihatan nabi Yeremia beralih kepada bangsa Filistin, musuh bebuyutan bangsa Israel yang sering kali menjadi ancaman bagi umat Tuhan. Ayat 6 dari pasal ini, "Ah, pedang TUHAN, bilakah engkau akan tenang? Pulanglah ke sarungmu, berhentilah dan tenan! Sebab TUHAN telah memerintahkannya melawan Askelon dan terhadap pantai Laut; terhadap tempat itu ia telah memerintahkannya," menyajikan sebuah gambaran yang kuat tentang murka ilahi yang siap menghantam.

Ayat ini membuka dengan seruan yang mendalam, "Ah, pedang TUHAN..." Ini bukanlah seruan rasa sakit biasa, melainkan pengakuan akan kuasa ilahi yang luar biasa yang sedang bergerak untuk melaksanakan kehendak-Nya. "Pedang TUHAN" adalah metafora untuk penghakiman atau alat-alat yang digunakan Tuhan untuk membawa hukuman. Yeremia, melalui ilham ilahi, melihat bahwa pedang ini telah diayunkan dan siap untuk melakukan tugasnya. Pertanyaan "bilakah engkau akan tenang?" menunjukkan bahwa pekerjaan penghakiman ini akan sangat menyeluruh dan penuh gejolak, sehingga seolah-olah pedang itu sendiri tidak akan beristirahat sampai tuntas tugasnya.

Seruan untuk "Pulanglah ke sarungmu, berhentilah dan tenan!" bukanlah permintaan agar penghakiman itu dihentikan, melainkan sebuah pengakuan bahwa ketika pedang itu telah menyelesaikan tugasnya, barulah ia akan kembali ke ketenangan. Ini menekankan sifat definitif dari penghakiman yang akan datang. Tidak ada ruang untuk penundaan atau pembatalan. Tuhan telah menetapkan penghakiman ini, dan tidak ada yang bisa menghalanginya.

Penargetan penghakiman ini adalah "Askelon dan terhadap pantai Laut". Askelon adalah salah satu dari lima kota utama Filistin (Pentapolis) yang terletak di tepi Laut Mediterania. "Pantai Laut" secara umum merujuk pada wilayah pesisir Filistin. Bangsa Filistin telah lama dikenal sebagai pelaut dan pedagang yang tangguh, menguasai jalur perdagangan laut. Namun, ayat ini secara tegas menyatakan bahwa Tuhan sendiri yang telah "memerintahkannya". Ini berarti penghakiman yang akan menimpa mereka bukan hanya karena perbuatan musuh manusia, tetapi sebagai pelaksanaan kehendak ilahi yang terencana.

Dalam konteks sejarah, bangsa Filistin seringkali menjadi duri dalam daging bagi bangsa Israel. Mereka melakukan serangan, menjarah, dan menimbulkan penderitaan. Nubuat Yeremia ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak tinggal diam terhadap kejahatan dan penindasan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa lain terhadap umat-Nya, meskipun umat-Nya sendiri juga seringkali jatuh dalam dosa. Penghakiman ini bisa diartikan sebagai pukulan telak terhadap kekuatan dan kebanggaan bangsa Filistin, yang pada akhirnya akan melemahkan dan melenyapkan pengaruh mereka.

Makna dari Yeremia 47:6 melampaui sekadar catatan sejarah tentang bangsa Filistin. Ini adalah pengingat yang kuat akan kedaulatan Tuhan atas segala bangsa dan sejarah. Tuhan adalah hakim yang adil, dan meskipun Ia memiliki kesabaran yang luar biasa, ada saatnya ketika penghakiman-Nya harus ditegakkan. Bagi umat Tuhan, nubuat ini memberikan penghiburan bahwa Tuhan akan bertindak melawan musuh-musuh-Nya dan memberikan keadilan. Bagi bangsa-bangsa yang menindas, ini adalah peringatan serius tentang konsekuensi dari perbuatan mereka.