Kitab Yeremia mencatat serangkaian peristiwa kelam dalam sejarah bangsa Israel, terutama kehancuran Yerusalem dan pembuangan bangsa ke Babel. Yeremia 52:5 secara spesifik menyebutkan awal pemerintahan raja Zedekia, raja terakhir yang memimpin Yehuda sebelum keruntuhannya yang monumental. Zedekia yang baru berusia 21 tahun mengambil alih takhta dalam situasi yang sangat genting, di bawah bayang-bayang kekuasaan Babilonia yang semakin menguat. Periode sebelas tahun pemerintahannya dipenuhi dengan keputusan-keputusan yang akhirnya membawa malapetaka bagi kota suci dan rakyatnya.
Ayat ini menjadi semacam penanda waktu, sebuah catatan singkat yang membuka pintu menuju deskripsi detail tentang kejatuhan Yerusalem yang digambarkan dalam pasal-pasal berikutnya. Usia muda Zedekia mungkin menyiratkan kurangnya pengalaman dan kematangan dalam menghadapi tekanan politik yang luar biasa dari Babilonia. Sejarah mencatat bahwa ia seringkali terombang-ambing antara kepatuhan kepada raja Nebukadnezar dan keinginan untuk mencari bantuan dari Mesir, sebuah tindakan yang terbukti fatal.
Konteks Historis dan Keadaan Bangsa
Pada masa Zedekia, kondisi Yerusalem sudah sangat memprihatinkan. Bangsa Israel telah berulang kali mengingkari perjanjian mereka dengan Tuhan, menyembah berhala, dan mengabaikan keadilan sosial. Para nabi, termasuk Yeremia sendiri, telah memperingatkan mereka tentang konsekuensi dari ketidaktaatan mereka. Namun, peringatan-peringatan ini seringkali diabaikan atau bahkan disambut dengan permusuhan.
Kejatuhan Yerusalem bukanlah peristiwa yang tiba-tiba, melainkan puncak dari serangkaian kesalahan dan pemberontakan yang berlarut-larut. Zedekia, sebagai raja, memikul tanggung jawab besar dalam periode ini. Meskipun ia mungkin memiliki niat baik atau bahkan dipaksa oleh keadaan, keputusannya untuk memberontak melawan Babilonia merupakan langkah terakhir yang menghancurkan. Penyerangan oleh bangsa Babilonia di bawah Nebukadnezar menjadi tak terhindarkan, mengarah pada pengepungan panjang yang mengerikan.
Dampak Kehancuran
Pengambilalihan Yerusalem oleh Babilonia pada tahun ke-11 pemerintahan Zedekia (menurut 2 Raja-raja 25:1-21 dan Yeremia 52:12-16) merupakan pukulan telak bagi identitas dan harapan bangsa Israel. Tembok kota dihancurkan, Bait Suci yang megah dibakar, dan banyak penduduknya dibuang ke Babel sebagai budak. Ini adalah periode pembuangan yang mengajarkan pelajaran pahit tentang konsekuensi dosa dan pentingnya kesetiaan kepada Tuhan.
Meskipun ayat 52:5 hanya menyebutkan usia dan lamanya pemerintahan Zedekia, ia memuat makna yang sangat dalam. Ia adalah awal dari catatan tragedi yang mendalam, sebuah pengingat akan kerapuhan kekuasaan manusia dan pentingnya ketaatan spiritual. Kisah Yeremia 52 adalah kisah peringatan yang terus bergema, menekankan bahwa keputusan seorang pemimpin, terutama yang dibuat di tengah ketidaktaatan kolektif, dapat membawa dampak kehancuran yang luas bagi seluruh bangsa.