"Celakalah Asyur! Dialah tongkat murka-Ku; kalau bukan karena Aku, ia takkan memegang parang di tangannya."
Ayat kunci dari Kitab Yesaya, pasal 10 ayat 5, memberikan perspektif mendalam mengenai kedaulatan Allah bahkan dalam penggunaan bangsa-bangsa lain sebagai alat hukuman. Frasa "Celakalah Asyur! Dialah tongkat murka-Ku" secara lugas menyatakan bahwa meskipun bangsa Asyur dipandang sebagai ancaman yang menakutkan dan alat penindas oleh banyak bangsa pada masanya, keberadaannya dan tindakannya sepenuhnya berada di bawah kendali ilahi. Allah berdaulat atas segala sesuatu, termasuk kebangkitan dan kejatuhan kerajaan-kerajaan.
Bangsa Asyur dikenal karena kekejamannya, kekuatan militernya yang luar biasa, dan ambisinya yang tak terbatas untuk menaklukkan wilayah di Timur Dekat kuno. Mereka seringkali bertindak dengan kebrutalan yang mengerikan, memperbudak, dan memindahkan penduduk secara paksa. Namun, ayat ini menegaskan bahwa kekuatan mereka, meskipun nyata, bukanlah kekuatan yang berdiri sendiri. Allah yang menggunakan mereka, seperti seorang pemahat yang menggunakan pahatnya untuk membentuk batu.
Kalimat lanjutan, "kalau bukan karena Aku, ia takkan memegang parang di tangannya", semakin memperkuat gagasan ini. Ini berarti bahwa tanpa izin dan tujuan dari Allah, bangsa Asyur tidak akan memiliki kekuatan, kesempatan, atau kemampuan untuk melakukan perbuatan yang mereka lakukan. Allah adalah sumber dari segala kuasa, dan Dia dapat memilih untuk menganugerahkan kekuasaan sementara kepada siapa pun, termasuk kepada bangsa-bangsa yang berbuat jahat, untuk menggenapi rencana-Nya yang lebih besar. Ini adalah pengingat yang kuat bahwa tidak ada kekuatan di bumi yang dapat bertindak di luar pengetahuan dan kendali Sang Pencipta.
Bagi bangsa Israel pada masa itu, ayat ini mungkin memberikan penghiburan sekaligus peringatan. Penghiburan datang dari pemahaman bahwa bahkan ketika mereka menderita di bawah penindasan Asyur, Allah tetap memegang kendali. Murka Allah diarahkan kepada dosa dan ketidaktaatan, dan terkadang, Dia menggunakan bangsa lain untuk menghukum umat-Nya sendiri agar mereka bertobat dan kembali kepada-Nya. Namun, ayat ini juga merupakan peringatan bagi Asyur sendiri. Meskipun digunakan oleh Allah, mereka tidak luput dari tanggung jawab atas kekejaman mereka. Allah menjanjikan penghakiman bagi mereka yang menyalahgunakan kekuasaan dan yang memiliki hati yang bengis.
Dalam konteks yang lebih luas, Yesaya 10:5 mengajarkan bahwa semua peristiwa duniawi, bahkan yang tampak paling mengerikan dan tidak adil, dapat dipahami dalam kerangka kedaulatan Allah. Ini bukan berarti Allah menyetujui kejahatan, tetapi Dia dapat menggunakannya untuk tujuan-Nya yang lebih tinggi. Pemahaman ini mendorong kita untuk mencari makna ilahi di balik pergolakan dunia dan untuk senantiasa bergantung pada hikmat dan kuasa-Nya yang tak terbatas. Bagi orang percaya, ini adalah sumber keyakinan bahwa meskipun ada kekuatan yang tampak kuat di dunia, pada akhirnya, Allah yang berkuasa atas segalanya, dan tujuan-Nya akan terlaksana.