Kutipan dari Kitab Yesaya, pasal 2 ayat 16, "dan terhadap segala kapal yang indah-indah, dan terhadap segala yang sedap dipandang," membawa kita pada perenungan mendalam mengenai sifat manusia dan cara pandang terhadap dunia. Ayat ini seringkali diletakkan dalam konteks peringatan terhadap kesombongan dan keterikatan pada hal-hal duniawi yang bersifat sementara. Nubuatan yang disampaikan oleh nabi Yesaya pada masanya merupakan sebuah cerminan dari realitas sosial dan spiritual umat manusia, di mana daya tarik terhadap kemewahan, keindahan fisik, dan kekayaan seringkali menjadi sumber kebanggaan yang keliru.
Perkataan "segala kapal yang indah-indah" dapat diartikan secara harfiah maupun kiasan. Secara harfiah, ini merujuk pada kapal-kapal dagang yang megah, simbol kekuatan ekonomi dan kemakmuran suatu bangsa. Kapal-kapal tersebut tidak hanya alat transportasi, tetapi juga penanda status sosial, kehebatan teknologi, dan jangkauan kekuasaan. Bayangkan kemegahan kapal-kapal yang berlayar di lautan, membawa barang-barang berharga, mengukir namanya dalam sejarah perdagangan, dan menjadi sumber kekaguman. Namun, Yesaya mengingatkan bahwa bahkan kemegahan seperti ini pun akan mengalami kejatuhan.
Secara kiasan, "kapal yang indah-indah" melambangkan segala bentuk pencapaian duniawi yang membanggakan: kekayaan berlimpah, harta benda yang berkilauan, status sosial yang tinggi, kemasyhuran, dan segala sesuatu yang mata manusia pandang sebagai sumber kebanggaan dan kepuasan. Hal-hal ini seringkali menjadi fokus utama dalam kehidupan banyak orang, mendominasi pikiran dan usaha mereka. Keterikatan pada "yang sedap dipandang" ini dapat mengalihkan perhatian dari perkara yang lebih kekal dan rohani. Manusia cenderung terpikat pada apa yang terlihat, yang bisa diukur, dan yang memberikan sensasi kenikmatan sesaat.
Ayat ini merupakan sebuah peringatan yang relevan hingga kini. Di era modern, "kapal yang indah-indah" mungkin merujuk pada mobil mewah, rumah megah, gadget canggih, pakaian bermerek, atau gaya hidup glamor yang banyak ditampilkan di media sosial. "Yang sedap dipandang" bisa jadi adalah penampilan fisik yang sempurna, reputasi yang gemilang di mata publik, atau pencapaian karier yang spektakuler. Semua ini, jika tidak diimbangi dengan kerendahan hati dan kesadaran akan Sumber segala berkat, dapat menumbuhkan kesombongan.
Yesaya menyoroti bahwa segala sesuatu yang indah dan mempesona di dunia ini bersifat fana. Kemegahan kapal dapat dihancurkan oleh badai, kekayaan bisa lenyap seketika, dan popularitas bisa memudar. Ketergantungan pada hal-hal tersebut sebagai sumber identitas atau kebahagiaan akan berujung pada kekecewaan dan kehancuran. Ayat ini mengajarkan pentingnya membedakan antara nilai-nilai yang sementara dan yang kekal. Memang tidak salah untuk menikmati berkat-berkat duniawi, namun yang terpenting adalah bagaimana kita memandang dan menggunakannya.
Penghargaan yang terlalu besar terhadap "segala yang sedap dipandang" dapat membuat hati kita tertutup terhadap nilai-nilai yang lebih mendalam, seperti kasih, kebaikan, kejujuran, dan kerendahan hati. Ketika mata kita terus tertuju pada kilauan duniawi, kita bisa kehilangan kemampuan untuk melihat keindahan dalam kesederhanaan, dalam pelayanan sesama, atau dalam hubungan yang tulus. Pesan Yesaya 2:16 adalah panggilan untuk mengarahkan pandangan kita pada hal-hal yang abadi, bukan pada kemegahan yang akan berlalu.