Yesaya 22:16 - "Membina makam batu bagimu"

Demikianlah firman TUHAN semesta alam: "Pergilah, jumpailah bendahara ini, yaitu Sebna, yang mengepalai istana, dan katakan kepadanya:"

Citra Keterikatan Duniawi

Sebuah ilustrasi abstrak yang menggambarkan sebuah struktur yang kokoh, namun terisolasi.

Ayat ini dari Kitab Yesaya, pasal 22 ayat 16, memberikan sebuah gambaran yang kuat dan provokatif tentang prioritas dan ambisi seseorang. Firman Tuhan ditujukan kepada Sebna, seorang pejabat tinggi di istana Raja Hizkia, yang dikenal karena keserakahannya dan penekanannya pada pembangunan pribadi daripada keadilan bagi rakyat. Pesan yang disampaikan oleh nabi Yesaya sangat lugas: "Pergilah, jumpailah bendahara ini... dan katakan kepadanya: 'Apa urusanmu di sini dan siapa yang memberimu hak di sini, sehingga engkau mengukir makam bagimu di sini?'"

Pernyataan "membina makam batu bagimu" bukanlah sekadar tentang konstruksi fisik. Ini adalah metafora yang menggambarkan obsesi Sebna untuk membangun warisan pribadi yang monumental, sebuah monumen yang akan mengabadikan namanya dan statusnya, bahkan setelah kematiannya. Namun, konteks di balik tindakan ini jauh lebih dalam. Sebna tampaknya lebih peduli pada pengumpulan kekayaan dan kekuasaan untuk dirinya sendiri, mengabaikan tanggung jawabnya sebagai pelayan publik dan sebagai umat Tuhan. Ia menempatkan kepentingan pribadinya di atas kepentingan umat dan bahkan di atas tuntutan Tuhan.

Inti dari teguran ini adalah mempertanyakan motivasi dan fokus hidup Sebna. Apakah ia sedang membangun sesuatu yang kekal, sesuatu yang berkenan di hadapan Tuhan? Atau apakah ia sedang membangun sebuah penjara dari ambisinya sendiri, sebuah struktur yang akan menguburnya dalam kesia-siaan duniawi? Kata-kata "Apa urusanmu di sini dan siapa yang memberimu hak di sini?" menyiratkan bahwa tindakan Sebna tidak pada tempatnya, tidak sesuai dengan tujuan yang seharusnya, dan kemungkinan besar dilakukan tanpa izin atau mandat ilahi. Ia bertindak seolah-olah dia memiliki kendali penuh atas hidupnya dan masa depannya, mengabaikan bahwa hidup dan segala sesuatu adalah pemberian dari Tuhan.

Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini menjadi pengingat bagi kita semua. Berapa sering kita terlalu sibuk membangun "makam batu" kita sendiri? Ini bisa berupa pengejaran kekayaan yang tak henti-hentinya, ambisi karier yang mengabaikan nilai-nilai rohani, atau keinginan untuk mendapatkan pengakuan dan status duniawi yang melebihi segalanya. Kita mungkin tidak secara harfiah mengukir makam, tetapi kita bisa saja mengukir monumen ambisi pribadi yang memenjarakan hati kita, menjauhkan kita dari tujuan sejati hidup kita.

Yesaya 22:16 mengajak kita untuk merefleksikan prioritas kita. Apa yang kita bangun dalam hidup ini? Apakah itu sesuatu yang sementara dan fana, ataukah sesuatu yang kekal dan berarti di hadapan Tuhan? Apakah kita hidup untuk membangun warisan pribadi yang fana, ataukah kita hidup untuk melayani Tuhan dan sesama, membangun kerajaan-Nya yang kekal? Pertanyaan tentang "siapa yang memberimu hak di sini" juga mengajarkan kerendahan hati. Kita adalah pelayan, dan segala yang kita miliki dan lakukan adalah karena kemurahan Tuhan. Membangun hidup di atas fondasi kesombongan dan egoisme adalah membangun di atas pasir, yang pada akhirnya akan runtuh. Biarlah kita, seperti Sebna, ditantang untuk meninjau kembali apa yang benar-benar penting dan mengalihkan fokus kita dari membangun monumen pribadi menuju membangun kehidupan yang berkenan kepada Sang Pemberi kehidupan.