"Pakaian mantel, jubah, selendang, dan kantong-kantong."
Ayat ini, Yesaya 3:22, merupakan bagian dari gambaran kenabian yang dilukiskan oleh Nabi Yesaya tentang penghakiman yang akan menimpa bangsa Israel, khususnya para wanita Yerusalem. Gambaran ini bukan sekadar deskripsi literal mengenai barang-barang, melainkan simbol dari gaya hidup dan prioritas mereka yang menyimpang. Perhiasan yang disebutkan di sini – mantel, jubah, selendang, dan kantong-kantong – mewakili kemewahan, kebanggaan, dan fokus pada penampilan lahiriah yang berlebihan.
Pada masa itu, masyarakat seringkali menilai status sosial seseorang, terutama wanita, dari pakaian dan perhiasan yang mereka kenakan. Semakin banyak dan semakin mewah barang yang dikenakan, semakin tinggi dianggap kedudukan mereka. Namun, dalam konteks nubuat ini, Allah melalui Yesaya menunjukkan bahwa semua kemewahan itu akan menjadi sumber kehancuran, bukan kemuliaan. Pakaian yang indah dan mahal justru akan menjadi saksi bisu dari kejatuhan mereka, karena terlepas dari nilainya di mata manusia, benda-benda tersebut tidak memiliki arti kekal di hadapan Tuhan.
Pesan yang terkandung dalam Yesaya 3:22 melampaui konteks sejarahnya. Kita dapat melihat relevansinya dalam kehidupan modern. Di era di mana penampilan seringkali menjadi tolok ukur utama, umat manusia cenderung mengejar berbagai bentuk "perhiasan" duniawi. Ini bisa berupa barang-barang mewah, status sosial yang tinggi, atau bahkan popularitas di media sosial. Semua itu, bagaimanapun indahnya di mata dunia, adalah hal yang sementara dan fana. Seperti perhiasan yang dikenakan wanita Yerusalem, semua itu akan berlalu dan tidak dapat menyelamatkan kita pada akhirnya.
Fokus pada materi dan penampilan lahiriah seringkali mengalihkan perhatian dari hal-hal yang lebih esensial dan kekal. Ketika hati dan pikiran kita dipenuhi dengan keinginan akan harta benda dunia, kita berisiko melupakan panggilan kita yang sesungguhnya sebagai hamba Tuhan. Kita mungkin menjadi sombong, acuh tak acuh terhadap sesama, dan kehilangan kekayaan rohani yang jauh lebih berharga.
Penting bagi kita untuk meninjau kembali prioritas kita. Apakah kita lebih mementingkan "mantel, jubah, selendang, dan kantong-kantong" dunia daripada kekayaan rohani yang ditawarkan oleh Tuhan? Apakah kita mengejar kemuliaan yang bersifat sementara atau mencari kesaksian yang kekal? Yesaya 3:22 mengingatkan kita bahwa segala sesuatu yang bersifat duniawi pada akhirnya akan lenyap. Yang akan bertahan adalah kebenaran, kasih, dan hubungan kita dengan Sang Pencipta. Oleh karena itu, marilah kita menaruh kepercayaan dan harapan kita pada Dia yang tidak pernah berubah, bukan pada perhiasan dunia yang mengecewakan.