"Tetapi kamu, anak-anak perempuan tukang berzinah, keturunan orang yang tidak setia, mendekatlah ke mari!
Siapakah yang menjadi saksi terhadapmu?
Melawan siapakah engkau membuka mulutmu dan mengulurkan lidahmu? Bukankah engkau sendiri yang memberontak terhadap Aku, firman TUHAN."
Kitab Yesaya seringkali menghadirkan firman Tuhan yang tegas, namun selalu dibalut dengan kasih dan kerinduan akan pertobatan umat-Nya. Ayat Yesaya 57:3 merupakan salah satu contohnya. Dalam firman ini, Tuhan memanggil umat-Nya yang telah menyimpang dari jalan yang benar. Panggilan ini bukanlah sekadar teguran, melainkan sebuah undangan untuk merenungkan tindakan mereka dan mempertanyakan dasar dari pemberontakan yang telah mereka lakukan.
Frasa "anak-anak perempuan tukang berzinah, keturunan orang yang tidak setia" adalah gambaran kuat tentang kondisi spiritual umat Israel pada masa itu. Perzinahan dalam konteks spiritual seringkali merujuk pada penyembahan berhala dan kesetiaan yang beralih kepada hal-hal selain Tuhan. Mereka telah meninggalkan perjanjian kesetiaan mereka kepada Sang Pencipta, memilih untuk mengikuti jalan-jalan dunia yang penuh kepalsuan dan kesia-siaan. Tuhan mempertanyakan, "Siapakah yang menjadi saksi terhadapmu?" Ini menunjukkan bahwa tindakan mereka begitu jelas dan nyata, sehingga tidak memerlukan saksi lain selain diri mereka sendiri.
Tuhan melanjutkan dengan pertanyaan retoris yang mendalam, "Melawan siapakah engkau membuka mulutmu dan mengulurkan lidahmu?" Pertanyaan ini menyindir keangkuhan dan ketidakacuhan mereka terhadap kebenaran Ilahi. Mereka berani menentang dan memutarbalikkan firman Tuhan, seolah-olah tindakan mereka tidak memiliki konsekuensi. Namun, Tuhan segera mengoreksi pandangan mereka dengan menyatakan, "Bukankah engkau sendiri yang memberontak terhadap Aku, firman TUHAN." Ini adalah pengakuan dari Tuhan sendiri bahwa sumber segala masalah dan pelanggaran adalah pemberontakan hati umat-Nya.
Ayat ini mengingatkan kita bahwa kesetiaan kepada Tuhan adalah fondasi yang krusial dalam hubungan kita dengan-Nya. Mengabaikan kesetiaan ini, baik dalam tindakan maupun pikiran, adalah bentuk pemberontakan. Tuhan melihat hati kita, dan Dia mengetahui setiap langkah yang menjauh dari jalan kebenaran-Nya. Panggilan dalam Yesaya 57:3 adalah undangan untuk introspeksi diri, untuk memeriksa kesetiaan kita, dan untuk kembali kepada Tuhan dengan hati yang tulus dan penyesalan.
Pesan ini tetap relevan hingga kini. Dalam kehidupan modern yang penuh godaan dan pilihan yang beragam, kita seringkali dihadapkan pada keputusan yang menguji kesetiaan kita kepada Tuhan. Apakah kita tetap teguh pada firman-Nya, atau kita tergoda untuk mengikuti arus dunia yang menjauhkan kita dari sumber kehidupan sejati? Yesaya 57:3 mendorong kita untuk melihat ke dalam diri, mengakui setiap penyimpangan, dan dengan penuh kerendahan hati memohon pengampunan serta mengarahkan kembali langkah kita kepada Tuhan. Dengan demikian, kita dapat kembali menjadi umat yang setia dan berkenan di hadapan-Nya.