Yesaya 59:11

"Kita merintih seperti merpati, selalu kita mencari keadilan, tetapi tidak ada; pertolongan, tetapi jauh dari kita."
Keadilan dan Harapan

Firman Tuhan dalam Yesaya 59:11 melukiskan sebuah gambaran yang kuat tentang kerinduan mendalam akan keadilan dan pertolongan. Perikop ini bukan sekadar rangkaian kata-kata kuno, melainkan sebuah refleksi jujur dari pergumulan manusia, bahkan di tengah-tengah komunitas yang mengaku beriman. Frasa "kita merintih seperti merpati" memberikan gambaran yang menyentuh tentang kesedihan yang mendalam, suara yang lirih namun terus-menerus, sebuah ratapan yang lahir dari penantian yang tak kunjung berujung. Merpati, dalam banyak budaya, diasosiasikan dengan kesedihan, kesetiaan, dan juga roh. Ratapan ini bukan suara kemarahan atau protes yang keras, melainkan suara hati yang lelah, yang terus mencari sesuatu yang seharusnya ada namun terasa begitu jauh.

Dalam konteks ayat ini, ratapan itu diarahkan pada pencarian "keadilan". Keadilan yang dicari bukanlah semata-mata keadilan dalam arti hukum sekuler, melainkan keadilan ilahi, kebenaran yang berasal dari Tuhan. Ini adalah kerinduan akan keadaan di mana segala sesuatu berjalan sesuai dengan kehendak-Nya, di mana yang benar dihargai, yang salah dikoreksi, dan di mana setiap orang diperlakukan dengan martabat dan hak yang semestinya. Namun, gambaran yang muncul berikutnya sungguh menyayat hati: "tetapi tidak ada". Keadilan yang didambakan terasa seperti fatamorgana, hadir dalam impian namun lenyap saat didekati. Ada kekosongan yang nyata, sebuah ketiadaan keadilan yang dirasakan secara mendalam.

Selanjutnya, ayat ini menyebutkan pencarian "pertolongan". Keadilan dan pertolongan seringkali berjalan beriringan. Ketika keadilan tidak ada, pertolongan pun terasa sulit ditemukan. Pertolongan yang dimaksud di sini adalah campur tangan ilahi, intervensi Tuhan untuk memulihkan keadaan, untuk menyelamatkan dari kesulitan, untuk membawa jalan keluar dari situasi yang genting. Ini adalah harapan yang selalu hadir dalam hati orang beriman, keyakinan bahwa Tuhan adalah sumber pertolongan yang tak terbatas. Namun, lagi-lagi, kenyataan pahit harus dihadapi: "tetapi jauh dari kita". Pertolongan yang diharapkan, yang seharusnya begitu dekat bagi umat Tuhan, justru terasa terpisah, bagai bintang yang bersinar terang namun tak terjangkau.

Pengakuan ini, "kita merintih", "kita mencari", "kita", menunjukkan bahwa ayat ini berbicara tentang sebuah kolektivitas, sebuah umat yang merasakan kekosongan ini bersama-sama. Ini bisa menjadi cerminan dari kondisi spiritual masyarakat pada masa itu, di mana dosa dan ketidaktaatan telah menciptakan jurang pemisah antara mereka dengan Tuhan, sehingga keadilan dan pertolongan-Nya terasa jauh. Namun, di balik keputusasaan yang tergambar, ada juga sebuah pesan harapan yang tersirat. Justru karena adanya kerinduan dan pencarian inilah, ada potensi untuk kembali kepada sumber keadilan dan pertolongan. Ratapan dan pencarian adalah bukti bahwa harapan belum sepenuhnya padam. Tuhan mendengar rintihan umat-Nya, dan ayat-ayat selanjutnya dalam kitab Yesaya seringkali berbicara tentang pemulihan dan janji penebusan yang akan datang. Yesaya 59:11 mengingatkan kita untuk terus mencari keadilan dan pertolongan dari Tuhan, bahkan ketika jalan terasa gelap, karena Dia adalah sumbernya yang sejati dan tak pernah berubah.