"Biarlah para imam, hamba-hamba TUHAN, menangis antara serambi mezbah dan mezbah, sambil berkata: 'Sayangilah umat-Mu, ya TUHAN, dan janganlah biarkan pusaka-Mu menjadi cela, sehingga bangsa-bangsa lain berkata tentang mereka: Di mana Allah mereka?'"
Ayat Yoel 2:17 menyajikan sebuah gambaran yang kuat tentang kesungguhan dan urgensi dalam menghadapi masa-masa sulit. Dalam konteks nubuatan, firman ini terdengar di tengah ancaman malapetaka dan penghukuman ilahi yang diperingatkan oleh Nabi Yoel. Penekanannya bukan hanya pada konsekuensi dari dosa, tetapi pada respons yang tepat dari umat dan pemimpin rohani mereka.
Inti dari seruan ini adalah panggilan untuk bertobat dan mencari wajah Tuhan dengan segenap hati. Para imam, yang merupakan perantara antara Allah dan umat-Nya, diarahkan untuk menangis dan memohon belas kasihan. Posisi mereka, "antara serambi mezbah dan mezbah," menunjukkan kedekatan dengan tempat ibadah dan pengorbanan, simbol permohonan dan penebusan. Tangisan mereka adalah ekspresi kerendahan hati, kesedihan atas dosa, dan kesadaran akan ketergantungan total pada kemurahan Tuhan.
Permohonan "Sayangilah umat-Mu, ya TUHAN" menekankan sifat Allah yang penuh kasih dan belas kasihan. Umat Israel adalah umat pilihan-Nya, pusaka-Nya. Mereka adalah bukti dari kesetiaan Allah dan tujuan rencana-Nya. Oleh karena itu, kehancuran mereka bukan hanya tragedi bagi mereka sendiri, tetapi juga akan menjadi noda pada nama Tuhan di mata bangsa-bangsa lain. Ayat ini menyoroti pentingnya citra Tuhan di dunia, dan bagaimana tindakan-Nya terhadap umat-Nya dapat memengaruhi persepsi orang lain tentang Dia.
Perkataan "janganlah biarkan pusaka-Mu menjadi cela, sehingga bangsa-bangsa lain berkata tentang mereka: Di mana Allah mereka?" adalah keprihatinan yang mendalam. Ketika umat Tuhan mengalami kehancuran atau pengasingan yang parah, musuh-musuh mereka seringkali mengejek dan meragukan kuasa serta kesetiaan Allah mereka. Ini adalah bentuk penistaan yang harus dicegah. Seruan para imam adalah untuk menjaga kemuliaan nama Tuhan tetap terhormat, meskipun umat-Nya sedang menghadapi kesulitan.
Dalam konteks masa kini, Yoel 2:17 tetap relevan. Ayat ini mengajarkan kita bahwa di hadapan masalah pribadi, komunitas, atau bahkan krisis global, respons pertama yang paling penting adalah kembali kepada Tuhan. Ini melibatkan penyesalan yang tulus atas segala sesuatu yang salah, dan memohon belas kasihan-Nya. Pemimpin rohani memegang tanggung jawab penting untuk membimbing umat ke dalam ibadah yang mendalam dan doa yang penuh kerendahan hati, sambil terus menggemakan kebenaran tentang kasih karunia dan pemeliharaan Tuhan.
Lebih dari sekadar doa, ayat ini juga mengingatkan kita bahwa iman kita bukan masalah pribadi semata, tetapi memiliki implikasi sosial dan teologis. Bagaimana kita, sebagai umat Tuhan, hidup dan merespons tantangan, mencerminkan siapa Tuhan kita. Oleh karena itu, menjaga kemuliaan nama Tuhan adalah alasan yang kuat untuk hidup benar dan mencari Dia dengan sungguh-sungguh, terutama di saat-saat yang paling membutuhkan.
Pesan ini merupakan pengingat abadi tentang pentingnya hubungan yang benar dengan Tuhan dan dampak yang mendalam dari hubungan tersebut bagi dunia di sekitar kita. Kapan pun kita menghadapi kesulitan, mari kita ingat seruan para imam di Yoel 2:17 dan bawa permohonan yang sama kepada Tuhan dengan iman dan kerendahan hati.