Yohanes 18:30

Maka jawab mereka: "Kalau Ia bukan penjahat, kami tidak akan menyerahkan-Nya kepada-Mu."

Inti Percakapan Antara Yesus dan Pilatus

Ayat Yohanes 18:30, meskipun singkat, menyimpan kedalaman makna dalam konteks persidangan Yesus di hadapan Pontius Pilatus. Kata-kata ini diucapkan oleh para pemimpin Yahudi sebagai respons terhadap pertanyaan Pilatus mengenai tuduhan terhadap Yesus. Ketika Pilatus bertanya, "Tuduhan apa yang kamu ajukan terhadap orang ini?" (Yohanes 18:29), jawaban kolektif dari para penuduh ini mencerminkan sebuah argumen yang didasarkan pada asumsi dan penolakan terhadap kebenaran yang lebih dalam. Mereka tidak mengajukan bukti konkret tentang kejahatan, melainkan menyatakan bahwa tindakan penyerahan Yesus itu sendiri sudah membuktikan bahwa Ia adalah seorang "penjahat".

Penolakan terhadap kebenaran adalah tema sentral yang hadir di sini. Para pemimpin agama Yahudi telah menolak Yesus sebagai Mesias, bahkan sebelum sidang formal dimulai. Pengadilan di hadapan Pilatus bukanlah upaya mencari keadilan yang tulus, melainkan sebuah manuver politik dan agama untuk menyingkirkan Yesus, yang dianggap mengancam otoritas dan tatanan mereka. Kata "penjahat" di sini digunakan secara luas, mencakup tidak hanya pelanggaran hukum sipil, tetapi juga tuduhan penghujatan terhadap Tuhan dan pemberontakan terhadap tradisi.

Pilatus, sebagai perwakilan kekuasaan Romawi, berada dalam posisi yang canggung. Ia ragu-ragu untuk menghukum mati seseorang tanpa bukti yang kuat, sebagaimana terlihat dari percakapannya yang lebih panjang dengan Yesus (Yohanes 18:33-38). Namun, ia juga dihadapkan pada tekanan dari para pemimpin Yahudi yang mengancam akan melaporkannya kepada Kaisar jika ia membebaskan Yesus. Ketakutan akan konsekuensi politik ini akhirnya mendorong Pilatus untuk tunduk pada tuntutan massa.

Dalam konteks yang lebih luas, Yohanes 18:30 menyoroti kontras antara pandangan duniawi para penuduh dan kebenaran ilahi yang diwakili oleh Yesus. Bagi para pemimpin Yahudi, kebenaran adalah apa yang sesuai dengan interpretasi mereka tentang hukum Taurat dan tradisi. Sementara itu, Yesus mengajarkan tentang Kerajaan-Nya yang bukan dari dunia ini, sebuah kebenaran yang tidak dapat dipahami atau diterima oleh mereka yang terikat pada kekuasaan dan kehormatan duniawi. Jawaban mereka yang singkat itu sebenarnya mengungkapkan ketidakmauan mereka untuk terlibat dalam dialog mengenai kebenaran itu sendiri.

Ayat ini juga mengajarkan kepada kita tentang bahaya prasangka dan penolakan terhadap kebenaran karena alasan pribadi atau kelompok. Ketika hati tertutup terhadap kebenaran, argumen yang paling masuk akal pun akan ditolak. Penyerahan Yesus bukanlah bukti kejahatannya, melainkan bukti dari ketidakadilan manusia dan ketidakmampuan mereka untuk melihat kebenaran yang jelas di depan mata mereka. Ini menjadi pengingat abadi bahwa kebenaran seringkali ditentang oleh mereka yang paling merasa memiliki otoritas atas kebenaran itu sendiri.