"Dan ia berteriak di Bait Allah sambil mengajar dan berkata: 'Kamu mengenal Aku dan tahu dari mana Aku datang; tetapi Aku datang bukan dari diri-Ku sendiri, melainkan Ia yang mengutus Aku, adalah benar, dan kamu tidak mengenal Dia.'"
Ayat Yohanes 7:26 ini merupakan momen krusial dalam pelayanan Yesus Kristus di Yerusalem, khususnya saat perayaan Hari Raya Pondok Daun. Kata-kata ini diucapkan oleh Yesus di tengah keramaian orang banyak di Bait Allah, sebuah tempat yang seharusnya menjadi pusat pengajaran kebenaran ilahi. Namun, apa yang diungkapkan Yesus justru menunjukkan adanya kesenjangan besar antara pengenalan lahiriah dan pemahaman rohaniah tentang diri-Nya.
Yesus mengakui bahwa banyak orang mengenal-Nya. Mereka tahu siapa Dia, dari mana Ia berasal secara geografis, dan mungkin mereka telah menyaksikan mukjizat-mukjizat yang telah Ia lakukan. Pengenalan ini bersifat fisik, temporal, dan terbatas pada dimensi duniawi. Mereka dapat melihat penampilan-Nya, mendengar suara-Nya, dan merasakan dampak dari tindakan-Nya. Namun, pengenalan ini tidak disertai dengan pemahaman yang mendalam tentang identitas ilahi-Nya.
Bagian kedua dari pernyataan Yesus, "Aku datang bukan dari diri-Ku sendiri, melainkan Ia yang mengutus Aku, adalah benar, dan kamu tidak mengenal Dia," adalah inti dari ajaran-Nya pada saat itu. Yesus menegaskan bahwa otoritas dan misi-Nya berasal dari Bapa di surga. Ia adalah utusan Allah yang sejati, dan keberadaan-Nya di dunia ini bukan atas kehendak-Nya sendiri, melainkan atas kehendak Bapa yang penuh kebenaran. Kata "benar" di sini merujuk pada ketulusan, kesempurnaan, dan keilahian Allah Bapa.
Ironisnya, justru orang-orang yang mengaku mengenal Yesuslah yang paling tidak mengenal Bapa. Pengenalan mereka terhadap Yesus terhenti pada aspek kemanusiaan-Nya. Mereka tidak mampu melihat melampaui penampilan fisik dan memahami bahwa Yesus adalah penjelmaan dari Allah sendiri. Ketidakmampuan ini mungkin disebabkan oleh prasangka, kesalahpahaman, atau bahkan penolakan terhadap klaim keilahian-Nya. Mereka terperangkap dalam definisi mereka sendiri tentang Mesias, yang berbeda dari Mesias yang dihadirkan oleh Yesus.
Pesan Yohanes 7:26 ini relevan hingga kini. Kita mungkin mengenal Yesus secara intelektual, membaca tentang kehidupan-Nya, bahkan mengagumi ajaran-ajaran-Nya. Namun, apakah kita benar-benar mengenal Dia sebagai Anak Allah yang diutus oleh Bapa yang benar? Apakah kita memahami bahwa kebenaran sejati tidak hanya datang dari ajaran manusia, tetapi terutama dari firman Allah yang diwahyukan melalui Kristus?
Mengalami kebenaran yang tersembunyi ini berarti melampaui pengenalan superfisial. Ini melibatkan kerendahan hati untuk mengakui keterbatasan pemahaman kita dan kerelaan untuk membuka hati dan pikiran terhadap kebenaran ilahi yang ditawarkan melalui Yesus Kristus. Ketika kita mulai mengenal Bapa yang mengutus Yesus, barulah pengenalan kita akan Yesus menjadi lebih dalam, transformatif, dan membawa kita pada hubungan yang sejati dengan sumber segala kebenaran.
Mari kita renungkan firman ini. Apakah kita termasuk orang-orang yang mengenal Yesus secara lahiriah saja, ataukah kita juga telah mengenal Bapa yang mengutus Dia? Pencarian akan kebenaran sejati adalah sebuah perjalanan yang mengarah pada pemahaman yang lebih mendalam tentang Allah dan rencana-Nya bagi umat manusia, sebagaimana diungkapkan sepenuhnya dalam pribadi dan karya Yesus Kristus.