1 Korintus 7:18

Apakah seseorang terpanggil dalam keadaan bersunat? Janganlah ia berusaha menjadi tidak bersunat. Apakah seseorang terpanggil dalam keadaan tidak bersunat? Janganlah ia berusaha menjadi bersunat.

Simbol Kesatuan dan Penerimaan

Surat 1 Korintus, khususnya pasal 7, menjadi sumber pemikiran mendalam mengenai berbagai aspek kehidupan Kristiani, termasuk status dan keadaan seseorang ketika mereka menerima panggilan Tuhan. Ayat 18 secara spesifik menyoroti pentingnya penerimaan diri dalam status panggilan awal, baik dalam konteks sunat maupun tidak bersunat. Pesan ini bukanlah tentang preferensi pribadi atau perlakuan simbolis, melainkan tentang penerimaan fundamental terhadap anugerah ilahi tanpa perlu mengubah keadaan fisik yang sudah ada sejak semula.

Dalam konteks budaya Yahudi pada masa itu, sunat memiliki makna teologis yang sangat kuat. Sunat adalah tanda perjanjian antara Allah dengan Abraham dan keturunannya, sebuah identitas yang membedakan umat pilihan-Nya. Namun, bagi kaum non-Yahudi yang menjadi percaya kepada Kristus, mereka datang dalam keadaan tidak bersunat. Paulus, yang menulis surat ini, menegaskan bahwa panggilan Allah tidak bergantung pada status sunat. Baik seseorang yang sudah bersunat maupun yang belum, ketika dipanggil oleh Tuhan, panggilan itu adalah sama, dan yang terpenting adalah kesetiaan kepada Kristus.

Inti dari ajaran ini adalah bahwa perubahan kondisi fisik atau sosial tidaklah menjadi prasyarat untuk menerima atau menjalani hidup di dalam Kristus. Allah melihat hati dan iman seseorang. Upaya untuk mengubah keadaan fisik, seperti seorang yang tidak bersunat berusaha untuk menjadi bersunat (yang merupakan praktik yang terlarang dan berbahaya di masa itu bagi non-Yahudi yang masuk Kristen), atau sebaliknya, adalah tindakan yang tidak perlu dan bisa mengalihkan fokus dari hal yang esensial: yaitu pertumbuhan rohani dan kesaksian Kristus. Ini mengajarkan kita untuk tidak terlalu terikat pada label-label eksternal, melainkan pada hubungan pribadi dengan Tuhan dan bagaimana kita menjalani hidup sesuai dengan kehendak-Nya dalam keadaan apapun.

Pesan ini relevan hingga hari ini. Seringkali, kita merasa perlu untuk "memperbaiki" diri atau mengubah penampilan luar agar merasa layak di hadapan Tuhan atau sesama. Namun, firman Tuhan mengingatkan bahwa panggilan-Nya adalah untuk semua, tanpa memandang latar belakang, ras, status sosial, atau kondisi fisik. Yang terpenting adalah bagaimana kita merespons panggilan itu dengan iman, sukacita, dan ketaatan, serta berfokus pada pemulihan dan transformasi hati oleh Roh Kudus. Keadaan kita saat dipanggil bukanlah hambatan, melainkan fondasi di mana anugerah Tuhan dapat bekerja lebih nyata dan mengagumkan. Kita diajak untuk hidup dalam penerimaan diri yang sejati, mengakui bahwa kita diterima oleh Kristus sebagaimana adanya kita, dan dari situ kita bertumbuh dalam kasih dan kebenaran-Nya.