Surat 1 Korintus, khususnya pasal 7, merupakan sumber kebijaksanaan yang mendalam mengenai berbagai aspek kehidupan rohani, termasuk status pernikahan. Ayat 26 dari pasal ini memberikan sebuah perspektif yang unik, mengaitkan keputusan mengenai pernikahan dengan konteks "masa waktu yang mendesak". Pernyataan ini seringkali memunculkan pertanyaan dan interpretasi. Mari kita selami lebih dalam makna di balik nasihat Paulus ini, dengan tetap mengedepankan konteks Alkitabiah dan tujuan ilahi.
Paulus sedang menjawab sebuah pertanyaan yang diajukan oleh jemaat di Korintus. Jelas bahwa ada sebuah pandangan di kalangan mereka yang menganggap status lajang lebih mulia atau lebih baik, terutama di tengah kesulitan dan tekanan yang mereka hadapi sebagai orang Kristen di zaman itu. Paulus mengakui bahwa pandangan ini ada, dan ia tidak serta-merta menolaknya mentah-mentah. Ia menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan "masa waktu yang mendesak", adalah baik bagi seorang pria untuk tetap dalam keadaannya, baik lajang maupun menikah.
Simbol kebijaksanaan dan ketenangan
Istilah "masa waktu yang mendesak" (atau "kesulitan yang ada") kemungkinan merujuk pada berbagai tantangan yang dihadapi oleh orang percaya pada masa itu. Ini bisa mencakup penganiayaan, ketidakstabilan sosial, kesulitan ekonomi, dan kebutuhan untuk fokus pada pekerjaan Injil di tengah situasi yang tidak pasti. Dalam konteks seperti ini, Paulus berargumen bahwa status lajang mungkin memberikan keleluasaan yang lebih besar untuk melayani Tuhan tanpa terbebani oleh tanggung jawab pernikahan.
Penting untuk dicatat bahwa Paulus tidak mengharamkan pernikahan. Di ayat-ayat sebelumnya dan sesudahnya, ia memberikan nasihat yang seimbang mengenai pernikahan, baik bagi orang yang sudah menikah maupun bagi orang lajang yang mempertimbangkan untuk menikah. Ia menekankan bahwa pernikahan adalah anugerah Tuhan dan bahwa setiap orang harus hidup sesuai dengan panggilan Tuhan dalam statusnya masing-masing.
Saat kita menerapkan ajaran ini hari ini, kita perlu memahami semangatnya, bukan sekadar hurufnya. "Masa waktu yang mendesak" pada masa kini mungkin berbeda dari masa Paulus, tetapi intinya tetap sama: kita dipanggil untuk hidup bagi Tuhan dalam segala situasi. Bagi sebagian orang, tetap melajang mungkin memberikan lebih banyak waktu dan sumber daya untuk melayani, baik itu dalam misi, pelayanan gereja, atau bidang lain yang membutuhkan dedikasi penuh.
Namun, bagi banyak orang lain, pernikahan adalah panggilan ilahi dan sarana penting untuk pertumbuhan rohani, dukungan, dan pembentukan keluarga yang saleh. Alkitab sangat menghargai pernikahan. Paulus sendiri menegaskan di ayat lain bahwa "jika seorang pria tidak dapat mengendalikan diri, ia harus menikah, karena lebih baik menikah daripada terbakar oleh hawa nafsu" (1 Korintus 7:9). Ini menunjukkan bahwa pernikahan bukan hanya pilihan, tetapi seringkali juga kebutuhan dan perintah yang baik dari Tuhan.
Inti dari nasihat Paulus dalam 1 Korintus 7:26 adalah tentang prioritas dan kesiapan untuk melayani Tuhan sepenuhnya. Keputusan untuk menikah atau tetap melajang harus didasarkan pada doa, hikmat ilahi, dan pemahaman tentang panggilan masing-masing dalam melayani Kerajaan-Nya, dengan mempertimbangkan segala aspek kehidupan, termasuk tantangan dan kesempatan yang ada. Keduanya, lajang maupun menikah, dapat menjadi saluran yang efektif untuk memuliakan Tuhan.