"Juga Yerobeam bin Nebat, hamba Salomo, seorang Efraim dari Zereda, bangkit melawan raja. Ia juga memberontak terhadap raja."
Ayat yang tercatat dalam kitab 1 Raja-Raja 11:26 menceritakan sebuah titik balik krusial dalam sejarah bangsa Israel. Ayat ini memperkenalkan sosok Yerobeam bin Nebat, seorang pegawaiseorang hamba dari suku Efraim yang berasal dari Zereda, dan menandai awal dari sebuah pemberontakan yang akan membawa dampak besar. Peristiwa ini tidak muncul begitu saja, melainkan merupakan puncak dari serangkaian ketidakpuasan dan ketegangan yang telah membayangi masa pemerintahan Raja Salomo di akhir kekuasaannya.
Konteks sebelum ayat ini sangat penting untuk dipahami. Raja Salomo, yang dikenal dengan kebijaksanaan dan kekayaan luar biasa, di akhir masa hidupnya mulai menyimpang dari ajaran Tuhan. Ia mengambil banyak istri dari bangsa-bangsa asing yang menyembah dewa-dewa lain, dan bahkan mengizinkan pendirian tempat-tempat ibadah untuk dewa-dewa tersebut di tanah Israel. Tindakan ini dianggap sebagai bentuk ketidaksetiaan yang serius terhadap perjanjian antara Tuhan dan bangsa Israel. Akibatnya, murka Tuhan dinyatakan akan memecah belah kerajaan yang telah dibangun kokoh oleh ayah Salomo, Daud, dan dirinya sendiri.
Dalam situasi inilah, nama Yerobeam muncul sebagai tokoh sentral dari oposisi. Ia bukan sekadar rakyat biasa, melainkan seorang yang dipercayai dan memiliki jabatan penting di bawah Raja Salomo. Penunjukannya sebagai 'hamba' di sini bisa merujuk pada posisi kepemimpinan atau pengawasan, yang memberinya pemahaman tentang kondisi kerajaan dan rakyat. Kemunculannya sebagai pemberontak menandakan bahwa ketidakpuasan tidak hanya terbatas pada kalangan bawah, tetapi juga merasuk hingga ke dalam struktur pemerintahan. Pemberontakan yang dipimpinnya bukan semata-mata perebutan kekuasaan pribadi, melainkan refleksi dari ketidakpuasan yang lebih luas terhadap arah pemerintahan Salomo dan potensi ancaman terhadap identitas keagamaan bangsa Israel.
Nubuat tentang perpecahan kerajaan telah diucapkan oleh Nabi Ahia, yang merobek jubahnya menjadi dua belas bagian dan memberikan sepuluh bagian kepada Yerobeam, sebagai simbol bahwa ia akan memerintah atas sepuluh suku Israel. Hal ini menunjukkan bahwa kebangkitan Yerobeam bukanlah sebuah kebetulan, melainkan bagian dari rencana ilahi yang lebih besar, meskipun terjadi akibat dosa dan penyimpangan manusia. Peran Yerobeam menjadi sangat signifikan karena ia adalah katalisator yang menginisiasi terpecahnya kerajaan Israel menjadi dua: Kerajaan Israel Utara (sepuluh suku) dan Kerajaan Yehuda Selatan (dua suku).
Kisah Yerobeam yang memulai pemberontakan terhadap raja yang berkuasa dalam 1 Raja-Raja 11:26, menjadi pengingat penting tentang konsekuensi dari ketidaksetiaan terhadap Tuhan dan bagaimana pemberontakan bisa muncul dari berbagai lapisan masyarakat, bahkan dari mereka yang dipercaya. Peristiwa ini membentuk lanskap politik dan keagamaan Israel selama berabad-abad, dengan dampak yang terasa jauh hingga kini dalam studi sejarah dan teologi.