1 Raja-raja 14:30 - Kisah Yerobeam & Pelanggaran Iman

"Dan terjadilah perdamaian antara Rehabeam dengan Yerobeam."

Kitab 1 Raja-raja merupakan catatan sejarah yang penting tentang perjalanan bangsa Israel setelah terpecahnya kerajaan persatuan di bawah kepemimpinan Raja Salomo. Perpecahan kerajaan menjadi dua bagian, yaitu Kerajaan Israel di Utara (sepuluh suku) dan Kerajaan Yehuda di Selatan (dua suku), membawa dampak yang mendalam bagi stabilitas spiritual dan politik bangsa tersebut. Ayat 1 Raja-raja 14:30 memberikan sebuah pernyataan singkat namun padat mengenai hubungan antara dua raja pertama dari masing-masing kerajaan yang baru terbentuk: Rehabeam, raja Yehuda, dan Yerobeam, raja Israel.

Yerobeam bin Nebat adalah sosok yang signifikan dalam sejarah Israel kuno. Dia diangkat menjadi raja atas sepuluh suku di utara setelah pemberontakan sepuluh suku tersebut terhadap Rehabeam, putra Salomo. Latar belakang Yerobeam adalah seorang pegawai Salomo yang ditugaskan mengawasi pekerjaan paksa. Namun, karena kenabian Ahia yang meramalkan bahwa ia akan menjadi raja atas Israel, Yerobeam menjadi pusat dari gerakan perpecahan.

Setelah menjadi raja, Yerobeam dihadapkan pada tantangan besar: bagaimana cara mempertahankan identitas dan kesetiaan rakyatnya dari Kerajaan Israel Utara, terutama karena pusat ibadah utama Israel secara tradisional berada di Yerusalem, yang kini berada di wilayah Kerajaan Yehuda. Dalam upayanya untuk mencegah rakyatnya kembali ke Yerusalem dan menyembah TUHAN di Bait Suci, Yerobeam mengambil langkah-langkah yang kelak dianggap sebagai pelanggaran iman yang serius. Ia mendirikan dua patung anak lembu emas, satu di Betel dan satu lagi di Dan. Tindakan ini merupakan penyimpangan dari ajaran Taurat yang melarang pembuatan patung untuk disembah, apalagi yang disamakan dengan Allah.

Ayat 1 Raja-raja 14:30 mencatat bahwa pada akhirnya, terjadi "perdamaian" antara Rehabeam dan Yerobeam. Pernyataan ini sering kali ditafsirkan bukan sebagai perdamaian yang harmonis atau persahabatan yang erat, melainkan lebih sebagai pengakuan terhadap status quo atau keadaan yang stabil di mana kedua kerajaan tersebut tidak lagi terlibat dalam konflik bersenjata skala besar. Namun, penting untuk digarisbawahi bahwa "perdamaian" ini terjadi di atas fondasi spiritual yang rapuh. Yerobeam terus mendorong penyembahan berhala di Kerajaan Utara, sementara di Kerajaan Selatan, Rehabeam juga tidak selalu memimpin rakyatnya dengan setia kepada TUHAN.

Ilustrasi simbolis pemisahan kerajaan Israel dan Yehuda, dengan referensi pada patung anak lembu emas dan Bait Suci. Israel (Utara) Yehuda (Selatan)

Kisah Yerobeam, yang dicatat dalam 1 Raja-raja 14:30, menjadi pengingat akan bahaya penyimpangan dari firman Tuhan. Keputusan-keputusannya, meskipun mungkin dimaksudkan untuk tujuan politik jangka pendek, pada akhirnya membawa Kerajaan Israel Utara ke dalam kehancuran spiritual. "Perdamaian" yang tercipta ternyata hanya sementara, dan penolakan untuk kembali kepada TUHAN secara utuh menjadi akar dari banyak masalah yang dihadapi bangsa Israel di kemudian hari. Ayat ini, meskipun singkat, mengajak kita untuk merenungkan pentingnya kesetiaan iman dalam setiap aspek kehidupan, baik pribadi maupun kolektif, dan bagaimana "perdamaian" tanpa dasar kebenaran ilahi seringkali hanyalah permukaan.

Peristiwa ini juga menyoroti bagaimana keputusan seorang pemimpin dapat berdampak luas pada seluruh bangsa. Yerobeam, yang seharusnya memimpin rakyatnya sesuai dengan kehendak Allah, justru menjadi batu sandungan besar. Kisahnya adalah peringatan agar kita senantiasa berpegang teguh pada prinsip-prinsip ilahi, bukan mencari jalan pintas atau kompromi yang mengarah pada pelanggaran iman. Hubungan antara Rehabeam dan Yerobeam, yang diakhiri dengan "perdamaian" dalam ayat ini, sesungguhnya adalah awal dari era perpecahan yang panjang dan penuh tantangan spiritual bagi umat Allah.