Kitab 1 Raja-raja pasal 16 hingga 18 menceritakan kisah-kisah penting yang menguji iman umat Israel dan menyoroti peran krusial nabi Elia di tengah-tengah kemurtadan yang meluas. Periode ini ditandai oleh kebobrokan moral dan rohani yang mendalam, terutama dengan adanya raja-raja yang semakin menjauh dari Tuhan dan bahkan mendorong penyembahan berhala. Pasal 16 menggambarkan suksesi raja-raja yang singkat dan seringkali kejam di Kerajaan Israel Utara, seperti Baesa dan Zimri, yang memerintah dengan cara yang jahat di mata Tuhan. Namun, yang paling menonjol dalam periode ini adalah kebangkitan Ahab sebagai raja, yang membawa lebih banyak kejahatan dengan menikahi Izebel, seorang putri Fenisia yang teguh dalam penyembahan dewa Baal. Di bawah pengaruh Izebel, penyembahan Baal merajalela di Israel, menyingkirkan ibadah kepada Tuhan yang benar dan menganiaya para nabi-Nya.
Dalam konteks kegelapan rohani ini, muncullah sosok Elia sang Tisbe. Ia adalah nabi yang diutus Tuhan dengan pesan yang tegas, mengingatkan bangsa Israel akan perjanjian mereka dengan Tuhan dan mendesak mereka untuk kembali menyembah Dia. Pasal 17 dan 18 menceritakan secara rinci pelayanan Elia. Tuhan memerintahkan Elia untuk bersembunyi di Lembah Kerit, di mana ia diberi makan oleh burung gagak, sebuah bukti kuasa dan pemeliharaan ilahi. Kemudian, ia diutus ke Sarfat untuk tinggal bersama seorang janda miskin, di mana ia melakukan mukjizat menghidupkan kembali anak janda tersebut dan membuat persediaan makanan mereka tidak habis. Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan bahwa meskipun dunia di sekelilingnya dipenuhi keputusasaan dan kemurtadan, Tuhan tetap bekerja melalui hamba-Nya.
Puncak dari kisah Elia dalam pasal-pasal ini adalah konfrontasinya dengan para nabi Baal di Gunung Karmel, sebagaimana dicatat dalam 1 Raja-raja pasal 18. Di bawah kepemimpinan Ahab dan Izebel, bangsa Israel telah terpecah belah antara menyembah Tuhan dan Baal. Elia, dengan keberanian luar biasa, menantang 450 nabi Baal untuk membuktikan siapakah Allah yang benar. Kedua belah pihak menyiapkan korban persembahan, dan siapa pun yang menjawab dengan api dari langit adalah Allah yang sejati. Para nabi Baal berdoa dan berseru-seru dengan suara keras, bahkan melukai diri mereka sendiri, namun tidak ada jawaban. Kemudian, tibalah giliran Elia. Setelah mempersiapkan mezbah Tuhan yang hancur, ia meminta agar korban persembahannya disiram dengan air tiga kali. Kemudian, ia berdoa kepada Tuhan, dan seketika itu api turun dari langit, membakar habis korban persembahan, kayu bakar, batu, debu, bahkan air yang ada di selokan.
Respons umat Israel setelah melihat kuasa Tuhan yang dahsyat itu sungguh menggugah. Mereka tersungkur dan berseru, "TUHANlah Allah, sujudlah kepada TUHAN!" (1 Raja-raja 18:39). Elia kemudian memerintahkan agar semua nabi Baal ditangkap dan dibunuh, sebuah tindakan yang tegas namun sesuai dengan hukum Tuhan pada masa itu untuk memberantas penyembahan berhala yang telah merusak bangsa. Setelah kemenangan ini, hujan turun deras, mengakhiri kekeringan panjang yang disebabkan oleh ketidaktaatan bangsa. Kisah ini memberikan pelajaran yang mendalam tentang pentingnya kesetiaan kepada Tuhan di tengah tekanan budaya dan godaan penyembahan berhala, serta kuasa Tuhan yang tak tertandingi untuk bertindak demi nama-Nya. Elia menjadi teladan keberanian dan keyakinan iman yang teguh.