B

Ilustrasi simbol penyembahan berhala yang mengarah pada kehancuran.

1 Raja-raja 16:28

Maka pulanglah Omri, lalu duduklah ia di Tirza. Kemudian melawan Abisalom, raja Israel, membuat Baalim menjadi rajanya.

Kisah dalam 1 Raja-raja 16:28 membawa kita pada sebuah periode kelam dalam sejarah Israel kuno. Ayat ini menyoroti salah satu titik terendah spiritual bangsa tersebut, ketika penyembahan berhala merajalela hingga mengalahkan kedaulatan Allah. Tokoh utama yang disebut di sini adalah Omri, yang setelah periode pemberontakan dan perebutan kekuasaan, akhirnya menduduki takhta Israel. Namun, penegasannya bukan pada kejayaan Omri sebagai raja, melainkan pada tindakan yang sangat memprihatinkan: ia mengangkat Baalim menjadi rajanya.

Nama Baalim bukanlah nama satu dewa saja, melainkan bentuk jamak dari 'Baal', yang berarti 'tuan' atau 'pemilik'. Dalam konteks keagamaan Kanaan kuno, Baal merujuk pada dewa kesuburan dan badai yang disembah secara luas oleh bangsa-bangsa di sekitarnya, termasuk di wilayah Israel. Penyembahan terhadap Baal seringkali dikaitkan dengan praktik-praktik amoral dan ritual yang menyimpang dari ajaran Tuhan yang murni.

Keputusan Omri untuk mengangkat Baalim sebagai rajanya adalah sebuah deklarasi terang-terangan tentang penolakan terhadap Allah Israel. Ini bukan sekadar penyimpangan kecil, melainkan pengkhianatan total terhadap perjanjian yang telah dibuat antara Tuhan dan umat-Nya. Peristiwa ini menjadi puncak dari kemerosotan moral dan rohani yang telah lama membangun di dalam Kerajaan Israel Utara. Sejak pemisahan kerajaan setelah kematian Salomo, para raja Israel secara konsisten menarik umat mereka menjauh dari penyembahan kepada satu Tuhan yang benar.

Ayat ini juga menggambarkan betapa mudahnya bangsa Israel terjerumus kembali ke dalam praktik-praktik penyembahan berhala. Kehidupan mereka seringkali rentan terhadap pengaruh budaya dan agama dari bangsa-bangsa non-Israel di sekeliling mereka. Para nabi seringkali menyerukan agar umat Israel tetap setia pada perjanjian dengan Tuhan, namun godaan untuk mengadopsi praktik-praktik dewa-dewa lokal yang dianggap dapat memberikan kemakmuran dan perlindungan tampaknya terlalu kuat untuk ditolak oleh banyak orang.

Tindakan Omri, meskipun dibiarkan terjadi, tidak lepas dari konsekuensi ilahi. Alkitab mencatat bagaimana para nabi seperti Elia berulang kali menegur para raja dan umat Israel atas kemurtadan mereka. Penyembahan terhadap Baalim membawa kutukan dan kesengsaraan, bukan berkat, karena itu adalah bentuk penolakan terhadap sumber segala berkat sejati. Kisah Omri dan pengangkatan Baalim menjadi raja adalah peringatan keras tentang bahaya kemurtadan spiritual dan pentingnya kesetiaan yang teguh kepada Allah yang telah memilih dan menyelamatkan umat-Nya.

Dalam konteks yang lebih luas, peristiwa ini menjadi landasan bagi banyak konflik dan teguran kenabian di masa depan. Ini menunjukkan bahwa kedaulatan politik seringkali dibayangi oleh krisis spiritual yang lebih dalam. Ketika pemimpin bangsa mengalihkan kesetiaan mereka dari Tuhan kepada ilah-ilah palsu, seluruh bangsa berada dalam ancaman. Ayat 1 Raja-raja 16:28 bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga sebuah panggilan untuk terus menguji kesetiaan kita kepada Allah dan menolak segala bentuk penyembahan berhala modern yang dapat menjauhkan kita dari Dia.