1 Raja-raja 16:6

"Lalu Baesa menjadi raja dan memerintah selama dua puluh tiga tahun di Tirza. Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, dan berjalan mengikuti jalan keturunan Yerobeam, dan dalam dosa yang telah diperbuat oleh Yerobeam, dan yang dikerjakannya, yaitu: membangkitkan murka TUHAN, Allah Israel."

Jalan yang Keliru

Ayat ini mencatat sebuah momen penting dalam sejarah Kerajaan Israel utara. Baesa, yang naik takhta setelah pembunuhan Nadab, melanjutkan warisan dosa yang telah dirintis oleh raja-raja sebelumnya, terutama Yerobeam bin Nebat. Tindakan Baesa bukanlah sekadar kesalahan pribadi, melainkan sebuah keputusan sadar untuk melanjutkan pemberontakan rohani terhadap Allah yang telah memulai sejarah Israel. Ini adalah pengingat pahit bahwa kesalahan leluhur dapat dengan mudah diwariskan dan dilanjutkan oleh generasi penerus jika tidak ada upaya sadar untuk berubah.

Pemerintahan Baesa, yang berlangsung selama dua puluh tiga tahun, ditandai dengan dosa yang sama yang telah mendefinisikan kejatuhan banyak raja Israel: penyembahan berhala dan penolakan terhadap perintah-perintah Allah. Yerobeam bin Nebat, raja pertama Israel utara, telah menetapkan pola yang mengerikan dengan mendirikan patung anak lembu di Betel dan Dan, serta memisahkan umat dari Bait Allah di Yerusalem. Baesa, dengan terus berjalan di jalan ini, secara efektif mengukuhkan kerusakan rohani di dalam bangsa Israel. Ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh tren dan tradisi, bahkan ketika tren tersebut membawa kehancuran.

Frasa "melakukan apa yang jahat di mata TUHAN" merupakan hukuman yang berulang kali muncul dalam kitab raja-raja, menggambarkan kegagalan total raja-raja Israel untuk memimpin umat mereka dalam kesetiaan kepada Allah. Bagi Baesa, ini berarti ia tidak hanya mengabaikan hukum Taurat, tetapi juga secara aktif membangkitkan murka Allah. Murka Tuhan bukanlah ledakan emosi yang tidak terkendali, melainkan respons yang adil dan suci terhadap pemberontakan dan ketidaktaatan yang terus-menerus. Dengan memilih jalan yang sama dengan Yerobeam, Baesa menempatkan dirinya dan seluruh kerajaannya di bawah ancaman penghakiman ilahi.

Konteks sejarah ini memberikan gambaran yang suram tentang kondisi Israel pada masa itu. Di tengah kekacauan politik dan kejatuhan moral, ayat ini berfungsi sebagai peringatan. Ia menekankan pentingnya kepemimpinan yang saleh dan tanggung jawab pemimpin untuk mengarahkan umatnya menuju jalan kebenaran. Kegagalan Baesa untuk belajar dari sejarah dan memilih jalan yang berbeda menunjukkan betapa sulitnya memutus rantai dosa. Kisah ini mengajak kita untuk merenungkan warisan apa yang kita tinggalkan dan apakah jalan yang kita tempuh membawa kita lebih dekat kepada Allah atau menjauh dari-Nya. Keputusan Baesa untuk terus melakukan kejahatan menunjukkan bahwa pilihan pribadi memiliki konsekuensi besar, tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi seluruh komunitas yang mereka pimpin.