Ayat 1 Raja-raja 16:8 membawa kita pada sebuah momen penting dalam sejarah Kerajaan Israel. Ayat ini memperkenalkan sosok Ela, anak Baesa, yang naik takhta sebagai raja atas Israel di kota Tirza. Pengantar ini mungkin terdengar sederhana, namun di balik angka dan nama tersebut tersimpan narasi yang kaya tentang kekacauan politik, pergolakan kekuasaan, dan konsekuensi dari tindakan manusia yang sering kali jauh dari kehendak ilahi.
Kisah ini berlatar belakang masa pembagian Kerajaan Israel pasca kematian Salomo. Kerajaan terpecah menjadi dua: Kerajaan Israel di utara (terdiri dari sepuluh suku) dan Kerajaan Yehuda di selatan (terdiri dari suku Yehuda dan Benyamin). Era ini ditandai dengan ketidakstabilan, silih bergantinya raja-raja yang seringkali memiliki masa pemerintahan yang singkat, dan perebutan kekuasaan yang brutal. Baesa, ayah Ela, sendiri telah merebut takhta dari Nadab, anak Yerobeam, dengan membunuh seluruh keluarganya, sebuah tindakan kekerasan yang menandai siklus balas dendam dan kejahatan yang terus berlanjut.
Pemerintahan Ela, seperti yang digambarkan dalam kitab ini, ternyata tidak berlangsung lama. Usianya sebagai raja hanya dua tahun. Sejarah mencatat bahwa ia terbunuh saat sedang mabuk di rumah Arza, bendaharanya di Tirza, oleh Zimri, salah seorang panglima keretanya. Pembunuhan ini terjadi dalam konteks pemberontakan yang digerakkan oleh Zimri, yang kemudian membantai seluruh keluarga Baesa. Ini adalah sebuah tragedi yang mengerikan, sebuah cerminan dari kegelapan moral dan politik yang melanda Kerajaan Utara pada masa itu.
Meskipun ayat ini hanya memperkenalkan Ela, namun ia menjadi bagian dari narasi yang lebih besar tentang keadilan ilahi dan konsekuensi dari jalan yang menyimpang. Kisah Baesa dan kemudian Ela menunjukkan bagaimana kejahatan dan kekerasan seringkali melahirkan lebih banyak kejahatan. Tuhan tidak tinggal diam terhadap kesewenang-wenangan dan ketidakadilan. Kitab Raja-raja secara konsisten mengingatkan bahwa ketaatan kepada Tuhan membawa berkat, sementara ketidaktaatan dan pemberontakan membawa kehancuran.
Pesan dari 1 Raja-raja 16:8, meskipun ringkas, mengajak kita untuk merenungkan sifat kekuasaan, tanggung jawab kepemimpinan, dan keadilan yang akhirnya ditegakkan oleh Tuhan. Ini adalah pengingat bahwa meskipun manusia mungkin bertindak dengan cara yang merusak, kehendak dan kedaulatan Tuhan pada akhirnya akan dinyatakan. Kita dapat mengambil pelajaran tentang pentingnya integritas, stabilitas, dan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip-prinsip kebenaran, serta keyakinan bahwa pada akhirnya, keadilan ilahi akan berlaku.