"Dan para pegawai raja Aram berkata kepadanya: "Tuhan mereka adalah tuhan gunung, oleh sebab itu mereka lebih kuat dari kita. Tetapi jikalau kita berperang melawan mereka di dataran, tentu kita akan lebih kuat dari mereka."
Ayat ini dari kitab 1 Raja-Raja pasal 20, ayat 23, menyajikan sebuah dialog menarik antara Raja Benhadad dari Aram dan para pegawainya. Sang raja dan pasukannya baru saja mengalami kekalahan telak dari Israel. Dalam keputusasaan dan kebingungan, mereka berusaha mencari alasan di balik kegagalan mereka. Para pegawainya kemudian memberikan sebuah analisis yang cukup mengejutkan, namun penuh dengan logika duniawi pada saat itu: mereka berpendapat bahwa Tuhan Israel adalah "tuhan gunung," yang memberikan keunggulan di medan pegunungan. Sebaliknya, mereka menganggap bahwa di dataran, kekuatan mereka akan lebih unggul.
Pernyataan ini menunjukkan sebuah pandangan dunia yang masih terikat pada konsep dewa-dewi lokal yang menguasai wilayah-wilayah tertentu. Bagi orang Aram, kekuatan militer mereka bergantung pada pemahaman tentang medan perang dan dewa yang berkuasa di sana. Mereka menganggap bahwa kemenangan Israel di pegunungan bukanlah karena kehebatan militer Israel semata, melainkan karena campur tangan ilahi yang spesifik pada medan tersebut. Ini adalah sebuah taktik berpikir yang sangat manusiawi, mencoba menjelaskan ketidakberhasilan dengan faktor eksternal dan perbedaan geografis, daripada mengakui superioritas strategi atau kekuatan musuh yang sebenarnya.
Analisis para pegawai Benhadad, meskipun tampak cerdas dari sudut pandang strategis kuno, justru menunjukkan keterbatasan pemahaman mereka tentang sifat Tuhan yang sesungguhnya. Mereka gagal melihat bahwa Tuhan Israel adalah Tuhan yang Mahakuasa, yang tidak terbatas oleh gunung, lembah, dataran, atau batasan geografis apapun. Tuhan Israel adalah pencipta langit dan bumi, yang mengatur segalanya. Namun, Benhadad dan pasukannya, karena terfokus pada kemenangan mereka di masa lalu dan kepercayaan pada "tuhan gunung," bersiap untuk pertempuran berikutnya dengan strategi yang sama sekali berbeda, yaitu berperang di dataran.
Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya memiliki perspektif yang luas dan benar dalam menghadapi tantangan. Seringkali, kita juga cenderung menganalisis masalah hanya dari sudut pandang yang terbatas. Kita mungkin menyalahkan keadaan, lingkungan, atau bahkan pihak lain atas kesulitan yang kita hadapi, tanpa melihat gambaran yang lebih besar. Kemenangan atau kekalahan seringkali bukan hanya soal medan pertempuran fisik, tetapi juga soal keyakinan, hikmat, dan pemahaman kita tentang siapa yang berkuasa atas segala situasi.
Dalam kehidupan modern, "gunung" bisa diibaratkan sebagai zona nyaman atau keahlian kita, sementara "dataran" bisa menjadi area baru yang asing dan menantang. Jika kita hanya mengandalkan kekuatan kita di "gunung" dan takut melangkah ke "dataran," kita akan kehilangan banyak kesempatan dan pertumbuhan. Sebaliknya, jika kita memahami bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang berdaulat atas segala "gunung" dan "dataran," maka kita dapat melangkah dengan keberanian, tahu bahwa pertolongan dan kekuatan-Nya senantiasa menyertai kita di mana pun kita berada. Perlu diingat, Tuhan Israel dalam kitab 1 Raja-Raja bukanlah entitas yang terikat pada satu tempat, melainkan yang berkuasa atas seluruh alam semesta. Pengakuan ini, yang tidak dimiliki oleh Benhadad, adalah kunci kemenangan iman yang sesungguhnya.