"Kemudian kata orang Israel kepadanya: "Lihatlah, kami telah mendengar bahwa raja-raja Israel adalah raja yang murah hati, tetapi biarlah tanganmu kami masukkan ke dalam tembok kota ini. Maka kami akan menariknya sampai mati." Kata Ahab: "Jika demikian, haruslah kamu yang pertama menariknya."
Ayat 1 Raja-Raja 20:26 membawa kita pada momen krusial dalam sejarah Kerajaan Israel, di tengah konflik dengan Kerajaan Aram (Suriah). Kisah ini berlatar belakang invasi besar-besaran yang dipimpin oleh Benhadad, raja Aram, yang dengan pongahnya ingin menguasai Samaria, ibu kota Israel. Kekuatan militer Aram saat itu terlihat sangat superior, sehingga banyak orang Israel diliputi ketakutan dan keputusasaan. Namun, di tengah ancaman yang mencekam, muncul sebuah strategi yang mencerminkan kecerdikan dan keyakinan, meskipun juga menunjukkan sisi kelemahan manusiawi.
Dalam pertempuran sebelumnya, Tuhan telah memberikan kemenangan luar biasa kepada Israel melalui campur tangan-Nya. Pasukan Aram yang berjumlah sangat besar dikalahkan oleh sejumlah kecil tentara Israel. Kegagalan pertama ini membuat Benhadad marah dan bersumpah akan kembali dengan kekuatan yang lebih besar lagi, menganggap bahwa dewa-dewa Israel hanya berkuasa di pegunungan, bukan di dataran. Ia berencana untuk menghancurkan Israel di tempat yang menurutnya menguntungkan Aram.
Namun, Benhadad dan para pengikutnya telah meremehkan kekuatan Tuhan Israel. Para nabi Tuhan menyampaikan pesan bahwa Israel akan mengalahkan Aram sekali lagi, tidak hanya sekali, tetapi dua kali. Benhadad, yang merasa yakin dengan rencananya dan mengandalkan kekuatan militernya, mengumpulkan seluruh pasukannya yang tersisa dan bersiap untuk pertempuran menentukan di Apel.
Di sinilah ayat 1 Raja-Raja 20:26 muncul. Setelah kekalahan telak Benhadad di Apel, sisa-sisa pasukannya yang melarikan diri akhirnya sampai di kota Apel. Para pengkhianat atau orang-orang yang memiliki motif tersembunyi di dalam kota menyarankan Benhadad untuk mencari perlindungan, bahkan sampai ke dalam tembok kota. Mereka mengajukan sebuah ide yang terdengar licik: "Lihatlah, kami telah mendengar bahwa raja-raja Israel adalah raja yang murah hati, tetapi biarlah tanganmu kami masukkan ke dalam tembok kota ini. Maka kami akan menariknya sampai mati." Ini adalah usulan yang mencerminkan pragmatisme dan keinginan untuk menjaga keselamatan diri di tengah situasi yang genting. Mereka menganggap raja Israel, Ahab, sebagai pemimpin yang "murah hati" atau mungkin terlalu berbaik hati, dan mereka berpikir bahwa dengan menyerahkan Benhadad, mereka bisa mendapatkan belas kasihan.
Menariknya, jawaban raja Ahab menunjukkan sifatnya. Alih-alih langsung menerima usulan untuk menangkap Benhadad, Ahab justru memberikan respons yang menunjukkan sedikit keengganan atau mungkin permainan politik. Ia berkata, "Jika demikian, haruslah kamu yang pertama menariknya." Pernyataan ini bisa diartikan bermacam-macam: mungkin Ahab ingin memastikan bahwa orang-orang Aram ini benar-benar berkhianat, atau ia ingin menguji keseriusan mereka, atau mungkin ia hanya ingin menghindari kesan bahwa Israel yang mengejar-ngejar musuh yang sudah kalah. Apapun motivasinya, ayat ini menggambarkan kompleksitas situasi politik dan militer pada masa itu, di mana strategi, diplomasi, dan taktik seringkali bercampur aduk dengan campur tangan Ilahi. Kemenangan Israel atas Aram di bawah pimpinan Ahab, meskipun dicapai dengan bantuan Tuhan, juga diwarnai oleh dinamika internal dan kecerdikan manusia.