"Ia membangun dinding-dinding Bait TUHAN, bagian dalamnya dari kayu aras; ia melapisinya dari lantai hingga dinding-dinding bagian atas dengan kayu, dan ia melapisinya dengan kayu aras. Dan ia membangun lantai dari pohon-pohon sanobar."
Ilustrasi simbolis arsitektur Bait Suci dengan pilar-pilar megah dan cahaya keemasan.
Ayat Alkitab yang terukir dalam 1 Raja-raja 6:16 memberikan kita sebuah gambaran sekilas mengenai kemegahan dan keagungan Bait Suci yang dibangun oleh Raja Salomo di Yerusalem. Ayat ini secara spesifik menyoroti penggunaan material berkualitas tinggi dan perhatian yang luar biasa terhadap detail dalam pembangunan interiornya. Penggunaan kayu aras, yang dikenal karena ketahanannya, keindahannya, dan aromanya yang khas, melambangkan kesucian dan kekekalan. Lapisan dinding dari lantai hingga bagian atas dengan kayu ini, ditambah dengan lantai dari pohon sanobar, menunjukkan investasi sumber daya yang signifikan dan keinginan untuk menciptakan tempat yang layak bagi kehadiran Allah.
Pembangunan Bait Suci bukan sekadar proyek konstruksi fisik; itu adalah manifestasi dari ketaatan umat Israel kepada Allah dan pusat dari ibadah mereka. Bait Suci ini dirancang untuk menjadi tempat di mana Allah berdiam di antara umat-Nya, tempat untuk menawarkan korban, berdoa, dan mengalami persekutuan dengan Yang Mahatinggi. Deskripsi dalam ayat ini menekankan betapa teliti dan hormatnya pembangunan ini dilakukan, seolah-olah setiap detail dipersiapkan dengan kesadaran penuh akan tujuan ilahi di baliknya.
Kayu aras (cedar) yang disebutkan dalam ayat ini bukanlah kayu biasa. Pohon aras tumbuh subur di pegunungan Lebanon dan telah dihargai sejak zaman kuno karena kualitasnya yang superior. Kayunya kuat, tahan terhadap serangga, dan memiliki aroma yang menyenangkan, menjadikannya pilihan yang ideal untuk bangunan penting. Dalam konteks Alkitab, kayu aras sering dikaitkan dengan kemuliaan, kekuatan, dan keabadian. Penggunaannya dalam Bait Suci menegaskan statusnya sebagai bangunan yang paling suci dan paling penting bagi bangsa Israel.
Selain kayu aras, penggunaan kayu sanobar (cypress) untuk lantai juga menarik. Kayu sanobar juga dikenal akan daya tahan dan keindahannya, sering kali digunakan dalam konstruksi kapal karena ketahanannya terhadap kelembaban. Kombinasi kedua jenis kayu pilihan ini menunjukkan bahwa Salomo tidak berkompromi dalam memilih bahan. Ini bukan hanya tentang estetika, tetapi juga tentang membangun sesuatu yang kuat, tahan lama, dan patut dihormati, mencerminkan sifat Allah yang tak berubah dan kekal.
Meskipun Bait Suci fisik di Yerusalem tidak lagi berdiri, prinsip-prinsip yang terkandung dalam pembangunannya tetap relevan bagi kita saat ini. Ayat 1 Raja-raja 6:16 mengingatkan kita bahwa apa pun yang kita dedikasikan kepada Allah haruslah yang terbaik yang kita miliki. Ini berlaku tidak hanya untuk bangunan gereja atau tempat ibadah, tetapi juga untuk hati kita, waktu kita, talenta kita, dan sumber daya kita. Kita dipanggil untuk memberikan yang terbaik dalam setiap aspek kehidupan kita sebagai bentuk penghormatan dan pengabdian kepada-Nya.
Lebih dari sekadar material fisik, kita sebagai orang percaya kini adalah "Bait Roh Kudus" (1 Korintus 6:19). Tubuh kita adalah kuil tempat Roh Allah berdiam. Oleh karena itu, kita juga perlu merawat dan memperlakukan diri kita dengan cara yang layak, menjaga kebersihan moral dan spiritual kita, serta menggunakan tubuh dan pikiran kita untuk kemuliaan-Nya. Seperti Salomo yang membangun Bait Suci dengan kayu aras dan sanobar yang indah dan kuat, kita pun dipanggil untuk membangun kehidupan yang kokoh, indah, dan bermakna bagi Kerajaan Allah, selalu memberikan yang terbaik sebagai respons terhadap kasih karunia-Nya yang luar biasa.