"Kata-Nya kepada mereka: "Kalau begitu, bagaimanakah mungkin Daud oleh Roh menyebut Dia Tuhan? Sebab ia berkata: Amin, pertama-tama Aku berkata kepadamu: Jauh sebelum Abraham ada, Aku sudah ada."
Pertanyaan yang diajukan oleh Yesus kepada orang Farisi dalam Matius 22:42 adalah salah satu momen paling mendalam dan menggugah dalam seluruh Injil. Yesus tidak hanya menguji pengetahuan mereka tentang Kitab Suci, tetapi juga menantang pemahaman mereka tentang identitas Diri-Nya sendiri. Pertanyaan sederhana namun krusial ini, "Jikalau demikian, apakah pendapat kamu tentang Mesias? Siapakah anak Daud?" membukakan jalan bagi wahyu Ilahi yang luar biasa.
Ayat selanjutnya, Matius 22:42, memberikan jawaban langsung dari Yesus, mengutip dari Mazmur 110:1: "Kata-Nya kepada mereka: "Kalau begitu, bagaimanakah mungkin Daud oleh Roh menyebut Dia Tuhan? Sebab ia berkata: Amin, pertama-tama Aku berkata kepadamu: Jauh sebelum Abraham ada, Aku sudah ada." Dengan kutipan ini, Yesus menarik perhatian pada fakta bahwa Daud sendiri, seorang raja yang dihormati dan dianggap sebagai leluhur Mesias, menyebut Mesias sebagai Tuhannya. Ini adalah sebuah paradoks yang signifikan: bagaimana seorang keturunan bisa menyebut leluhurnya sebagai Tuhan?
Jawaban Yesus menyoroti sifat Mesias yang jauh melampaui sekadar keturunan Daud. Ia bukanlah sekadar seorang raja manusia biasa, melainkan sosok ilahi yang keberadaannya sudah ada sejak kekal, bahkan sebelum tokoh terkemuka seperti Abraham. Pernyataan "Jauh sebelum Abraham ada, Aku sudah ada" adalah pengakuan langsung atas keilahian-Nya dan kekekalan-Nya. Ini adalah klaim yang sangat berani dan menegaskan bahwa Yesus adalah sosok yang lebih besar dari sekadar seorang pemimpin politik atau agama.
Orang-orang Yahudi pada masa itu sangat menantikan kedatangan Mesias yang akan memulihkan kerajaan Israel dan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi. Mereka membayangkan Mesias sebagai seorang pejuang yang kuat, seorang raja yang bijaksana, dan keturunan Daud yang akan membawa kemakmuran duniawi. Namun, Yesus mengungkapkan bahwa identitas Mesias jauh lebih dalam dan lebih mulia daripada yang mereka bayangkan. Ia adalah Tuhan yang berinkarnasi, Sang Pencipta yang hadir di tengah-tengah umat manusia.
Penting untuk memahami konteks budaya dan teologis pada masa itu. Jika Yesus hanyalah seorang manusia biasa, bahkan seorang nabi yang diutus, Daud tidak akan pernah menyebutnya sebagai "Tuhan". Pengakuan Daud, yang diilhami oleh Roh Kudus, membuktikan bahwa Mesias yang dinubuatkan memiliki status ilahi yang setara dengan Allah sendiri. Yesus menggunakan Mazmur 110 untuk membuka mata mereka, menunjukkan bahwa Kitab Suci sendiri telah menubuatkan sifat ganda Mesias: Ia adalah keturunan Daud, tetapi juga Tuhan yang kekal.
Pertanyaan Yesus tidak hanya bersifat teologis, tetapi juga praktis. Apa artinya ini bagi kehidupan kita hari ini? Pengakuan akan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat adalah dasar dari iman Kristen. Ini berarti bahwa kita harus mempercayai-Nya sepenuhnya, menundukkan diri pada otoritas-Nya, dan mengikuti ajaran-Nya. Keberadaan-Nya sebelum Abraham menegaskan bahwa rencana keselamatan Allah sudah ada sejak awal, dan Yesus adalah puncaknya. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus menawarkan pengampunan dosa dan kehidupan kekal bagi semua yang percaya.
Matius 22:42 terus menjadi pengingat yang kuat tentang siapa Yesus Kristus itu sebenarnya. Ia bukan sekadar figur sejarah, guru moral, atau nabi. Ia adalah Tuhan yang menjelma, Sang Penebus, yang kehadirannya telah dinubuatkan sejak zaman purbakala. Memahami dan menerima kebenaran ini adalah langkah fundamental dalam perjalanan spiritual kita, yang membawa kita pada pemahaman yang lebih kaya tentang kasih dan rencana Allah bagi dunia.