Kitab 1 Tawarikh, pasal 10, ayat 12, menceritakan sebuah momen krusial dalam sejarah bangsa Israel: kekalahan telak mereka melawan orang Filistin dan kematian Raja Saul beserta putra-putranya di Gunung Gilboa. Ayat ini secara khusus menyoroti respons dari orang-orang Yabes-Gilead yang berani dan setia. Peristiwa ini bukan sekadar catatan peperangan, tetapi merupakan titik balik yang menggugah refleksi mendalam mengenai kepemimpinan, kedaulatan Tuhan, dan kesetiaan.
Kekalahan Saul menjadi pelajaran pahit tentang ketidaktaatan dan kegagalan dalam mendengarkan firman Tuhan. Dalam ayat-ayat sebelumnya, diceritakan bagaimana Tuhan telah meninggalkan Saul karena ia tidak setia kepada-Nya dan bahkan bertanya kepada arwah peramal. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan yang tercerabut dari fondasi rohani akan berujung pada kehancuran, baik bagi diri sendiri maupun bagi bangsa yang dipimpinnya. Gunung Gilboa menjadi saksi bisu dari tragedi yang menimpa keluarga raja Israel.
Namun, di tengah keputusasaan dan kekacauan pasca-pertempuran, muncul secercah harapan melalui tindakan sekelompok orang. Mereka adalah para pria dari Yabes-Gilead. Mengapa mereka begitu penting dalam narasi ini? Sejarah mencatat bahwa Saul pernah menyelamatkan Yabes-Gilead dari serangan Amon di masa awal pemerintahannya. Tindakan keberanian dan pengorbanan mereka pada saat kematian Saul adalah sebuah bentuk pembalasan kesetiaan. Mereka tidak membiarkan jenazah raja dan putra-putranya terbiar dan dihina oleh musuh.
Ilustrasi: Gelombang kesetiaan menerjang kegelapan.
Mereka menempuh perjalanan panjang hingga ke Bet-Sean, tempat jenazah Saul dan putra-putranya dipajang di tembok kota oleh orang Filistin. Tanpa gentar, mereka turun dan mengambil jenazah itu, membawanya kembali ke Yabes, lalu membakar jenazah tersebut di sana. Setelah itu, mereka berpuasa tujuh hari lamanya. Tindakan ini sangat mulia. Dalam budaya kuno, perlakuan terhadap jenazah menunjukkan penghormatan dan status seseorang. Orang Filistin bermaksud menghina Israel dengan memperlakukan jenazah raja mereka dengan cara yang hina. Namun, orang Yabes-Gilead memulihkan kehormatan itu.
Kisah 1 Tawarikh 10:12, meskipun singkat, memberikan gambaran tentang pentingnya kebaikan, kesetiaan, dan bagaimana tindakan kecil namun penuh makna dapat bersinar di tengah tragedi. Ini mengingatkan kita bahwa bahkan ketika kepemimpinan gagal dan kekalahan terjadi, nilai-nilai luhur seperti rasa terima kasih dan loyalitas tetap bisa dipertahankan. Peristiwa ini juga menandai akhir dari pemerintahan Saul dan membuka jalan bagi era baru di bawah kepemimpinan Daud, yang akan membawa Israel menuju kejayaan yang lebih besar. Refleksi dari ayat ini mengajak kita untuk selalu menjaga kesetiaan, bahkan dalam situasi terberat, dan mengingat bahwa tindakan welas asih dapat membawa terang di saat-saat tergelap.