Ayat yang terukir dalam Kitab 1 Tawarikh pasal 10, ayat 14, membawa sebuah peringatan yang sangat kuat mengenai konsekuensi dari mengabaikan bimbingan ilahi. Bunyinya, "Tetapi ia tidak meminta nasihat TUHAN. Sebab itu TUHAN membunuhnya dan menyerahkan kerajaan itu kepada duka bangsanya." Ayat ini menceritakan akhir tragis dari Raja Saul, raja pertama Israel, yang hidupnya berakhir dalam kehinaan dan kegagalan, sebagian besar karena keputusannya yang fatal untuk tidak mencari kehendak Tuhan dalam setiap langkahnya.
Saul adalah figur yang kompleks dalam sejarah Israel. Ia dipilih oleh Tuhan dan diurapi untuk menjadi pemimpin umat-Nya. Awalnya, ia menunjukkan potensi dan keberanian. Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai terjerumus dalam kesombongan dan rasa tidak aman. Alih-alih bergantung pada kebijaksanaan dan kekuatan Tuhan, Saul sering kali mengandalkan pemikirannya sendiri, bahkan ketika ia tahu itu bertentangan dengan perintah Tuhan. Tindakan seperti mempersembahkan korban yang seharusnya dilakukan oleh imam, atau menunda perintah Tuhan dalam peperangan, adalah bukti nyata dari pergeseran fokusnya dari kedaulatan Tuhan kepada kemauan pribadinya.
Kutipan dari 1 Tawarikh 10:14 secara gamblang menunjukkan bahwa pengabaian terhadap nasihat Tuhan adalah akar dari kejatuhannya. Tuhan tidak pernah bersikap adil dengan mengecewakan umat-Nya, melainkan, ketika umat-Nya memilih untuk berpaling dan mengabaikan jalan-Nya, mereka sendiri yang menanggung akibatnya. Kematian Saul, seperti yang dijelaskan di ayat-ayat sebelumnya dalam pasal ini, adalah kematian yang memalukan di medan perang, di mana ia terbunuh bersama putra-putranya. Ini adalah ironi yang menyakitkan, karena ia adalah seorang raja yang seharusnya melindungi bangsanya, namun berakhir dengan kematian yang justru membawa kesedihan mendalam bagi rakyatnya.
Pesan dalam ayat ini melampaui konteks sejarah Raja Saul dan memiliki relevansi abadi bagi setiap individu. Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan penuh godaan, sangat mudah untuk terjebak dalam kesibukan sehari-hari dan lupa untuk berhenti sejenak, menenangkan diri, dan mencari bimbingan Tuhan. Kita sering kali merasa yakin dengan pemahaman dan kemampuan kita sendiri, menganggap bahwa solusi terbaik selalu berasal dari akal budi kita. Namun, Kitab Suci mengingatkan kita bahwa kebijaksanaan Tuhan jauh melampaui kebijaksanaan manusia. Menemukan "nasihat TUHAN" dapat berarti banyak hal: berdoa, membaca firman-Nya, merenungkan prinsip-prinsip ilahi, dan mendengarkan bisikan Roh Kudus.
Ketaatan pada nasihat Tuhan bukan berarti hidup tanpa tantangan atau kesulitan. Justru sebaliknya, sering kali jalan Tuhan adalah jalan yang membutuhkan pengorbanan dan keberanian. Namun, janji ilahi adalah bahwa ketaatan akan mendatangkan berkat yang jauh lebih besar daripada apa pun yang dapat kita capai sendiri. Berkat ini bukan hanya dalam bentuk materi atau kesuksesan duniawi, tetapi juga kedamaian batin, hikmat yang sejati, hubungan yang mendalam dengan Tuhan, dan kehidupan yang penuh makna. Sebaliknya, mengabaikan Tuhan adalah sebuah keputusan yang menabur benih kehancuran, bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang-orang di sekitar kita. Mari kita jadikan ayat ini sebagai pengingat yang kuat untuk senantiasa mengutamakan Tuhan dalam segala keputusan, agar hidup kita dapat mencerminkan kemuliaan-Nya dan membawa dampak positif bagi dunia.