Seluruh Israel berkumpul pada Daud di Hebron, katanya: "Sesungguhnya kami dari darah dagingmu dan dari tulang-tulangmu.
Sebuah ilustrasi sederhana yang melambangkan kepemimpinan dan persatuan.
Ayat pembuka dari pasal 11 Kitab 1 Tawarikh ini menandai sebuah momen penting dalam sejarah Israel kuno. Setelah kematian Saul, terjadi kekosongan kekuasaan yang panjang dan penuh konflik. Daud, yang sebelumnya telah diurapi sebagai raja oleh Samuel, akhirnya diakui oleh seluruh suku Israel sebagai pemimpin mereka. Pengumpulan orang Israel di Hebron untuk mengakui Daud sebagai raja bukanlah sekadar upacara politik, tetapi merupakan pemenuhan janji ilahi dan penegasan kembali persatuan bangsa Israel di bawah seorang pemimpin tunggal.
Frasa "Sesungguhnya kami dari darah dagingmu dan dari tulang-tulangmu" memiliki makna yang sangat mendalam. Ini bukan sekadar ungkapan kedekatan fisik, tetapi menunjukkan pengakuan akan ikatan kekerabatan dan identitas bersama. Bangsa Israel memandang Daud bukan sebagai orang asing, melainkan sebagai bagian dari diri mereka sendiri. Ini mencerminkan konsep kekeluargaan yang sangat kuat dalam budaya Semit, di mana hubungan darah menjadi dasar utama persatuan dan loyalitas. Pengakuan ini juga merupakan dasar teologis, karena Daud telah dipilih oleh Tuhan untuk memerintah.
Hebron sendiri merupakan kota yang memiliki signifikansi historis dan spiritual bagi bangsa Israel. Kota ini adalah tempat di mana Abraham, Ishak, dan Yakub dimakamkan, menjadikannya pusat spiritual yang penting. Memilih Hebron sebagai tempat deklarasi kepemimpinan Daud menambah bobot historis dan religius pada peristiwa tersebut.
Selama tujuh setengah tahun, Daud memerintah dari Hebron sebagai raja atas Yehuda. Selama masa ini, perselisihan antara suku-suku utara yang mendukung keturunan Saul dan suku Yehuda yang mendukung Daud masih berlangsung. Namun, ayat 1 Tawarikh 11:1 menunjukkan bahwa momen ini adalah titik balik krusial di mana mayoritas besar bangsa Israel, termasuk suku-suku utara, bersatu di bawah kepemimpinan Daud. Ini adalah pengakuan atas kemampuannya sebagai pemimpin militer dan spiritual, serta pengakuan akan kehendak Tuhan.
Pengakuan kolektif ini sangat penting bagi legitimasi Daud sebagai raja atas seluruh Israel. Hal ini memungkinkan Daud untuk kemudian memimpin bangsa Israel dalam berbagai kampanye militer, termasuk merebut Yerusalem dan menjadikannya ibu kota, serta mengkonsolidasikan kekuasaannya di seluruh wilayah. Kejadian di Hebron ini adalah fondasi bagi kerajaan Israel yang bersatu dan makmur di bawah pemerintahan Daud, yang kemudian menjadi periode emas dalam sejarah Israel. Kitab Tawarikh, yang ditulis dari sudut pandang imam dan lewi, menekankan aspek keagamaan dan keabsahan keturunan Daud sebagai dasar pemerintahan yang sesuai dengan kehendak Tuhan.