Dan ketika mereka sampai di pelataran Nakan, Uza menghulurkan tangan untuk memegang tabut itu, sebab lembu-lembu itu tergelincir.
Simbol tabut perjanjian, melambangkan pentingnya menghormati hal-hal ilahi.
Ayat 1 Tawarikh 13:9 mencatat sebuah momen krusial dan tragis dalam sejarah Israel, yaitu ketika Uza meninggal seketika karena menyentuh Tabut Perjanjian. Peristiwa ini terjadi saat Raja Daud berupaya memindahkan Tabut Perjanjian dari Kiryat-Yearim ke Yerusalem. Ini bukanlah sekadar cerita kuno, melainkan sebuah pelajaran mendalam tentang ketaatan, kekudusan, dan bagaimana kita seharusnya mendekati hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan.
Latar belakang peristiwa ini sangat penting untuk dipahami. Tabut Perjanjian adalah simbol kehadiran Allah di antara umat-Nya. Ia dijaga dengan ketat dan memiliki aturan spesifik mengenai cara membawanya. Keturunan Lewi, khususnya keluarga Kehat, memiliki tanggung jawab khusus untuk memikul dan memindahkannya menggunakan galah yang diselipkan pada cincin di sudut-sudutnya. Mereka tidak boleh menyentuhnya secara langsung, apalagi melihat ke dalam Tabut itu. Pelanggaran aturan ini membawa konsekuensi fatal.
Dalam kronik tersebut, bangsa Israel mencoba mengikuti cara orang Filistin memindahkan Tabut, yaitu dengan menggunakan kereta yang ditarik lembu. Tindakan ini sendiri sudah merupakan penyimpangan dari perintah Tuhan mengenai cara Tabut itu harus diangkut. Ketika lembu-lembu yang menarik kereta itu tergelincir dalam perjalanan, Uza, dengan niat yang mungkin baik dan kepanikan sesaat, mencoba menahan Tabut agar tidak jatuh. Ia bertindak atas dasar naluri manusiawi, tanpa sepenuhnya mempertimbangkan kekudusan Tabut dan kehendak Tuhan.
Kematian Uza seketika adalah pengingat yang keras bahwa kekudusan Tuhan tidak dapat ditoleransi dengan kecerobohan atau tindakan yang melampaui batasan yang telah ditetapkan. Niat baik saja tidak cukup jika tidak disertai dengan ketaatan yang setia pada perintah-Nya. Uza mungkin berpikir ia menyelamatkan Tabut dari kehancuran, namun ia justru melanggar perintah yang lebih penting: untuk tidak menyentuh Tabut itu.
Kejadian ini memaksa Daud untuk menghentikan proses pemindahan dan merenungkan apa yang salah. Ia belajar bahwa bukan hanya Tabut yang harus dihormati, tetapi juga cara bagaimana menghadapinya. Daud kemudian meneliti kembali hukum Taurat dan menemukan cara yang benar untuk membawa Tabut sesuai dengan perintah Tuhan. Ia mengutus para imam dan orang Lewi untuk memikulnya dengan galah, menunjukkan bahwa ketaatan pada firman Tuhan adalah kunci utama.
Pelajaran dari 1 Tawarikh 13:9 jauh melampaui konteks sejarah Israel kuno. Dalam kehidupan iman modern, kita juga dipanggil untuk mendekati Tuhan dengan hormat dan kekudusan. Meskipun kita tidak lagi berhadapan dengan Tabut fisik, kita dihadapkan pada kebenaran firman-Nya, doa, ibadah, dan persekutuan dengan sesama orang percaya. Niat baik, semangat, dan keinginan untuk melayani Tuhan harus selalu dibingkai dalam ketaatan yang setia pada ajaran-Nya. Mempelajari dan mematuhi firman Tuhan adalah cara kita memastikan bahwa kita mendekati Tuhan dengan cara yang berkenan kepada-Nya, bukan dengan kecerobohan atau interpretasi pribadi yang dapat menyesatkan. Peristiwa Uza adalah pengingat abadi akan pentingnya kekudusan dan ketaatan mutlak dalam hubungan kita dengan Sang Pencipta.