1 Tawarikh 17 17: Doa Daud yang Menyentuh Hati

"Selanjutnya inilah yang menjadi perkataan Daud di hadapan TUHAN: "Ya TUHAN, Allahku, siapakah aku dan siapakah kaumku, sehingga Engkau membawa aku sampai pada titik ini?"
"Siapakah Aku?"

Ilustrasi kerendahan hati dan pencapaian besar

Ayat 1 Tawarikh 17:17 mencatat sebuah momen yang luar biasa dalam kehidupan Raja Daud. Setelah Allah melalui Nabi Natan menyampaikan janji-janji besar tentang keturunan dan kerajaan Daud yang abadi, respons Daud bukanlah kesombongan atau euforia berlebihan. Sebaliknya, Daud dibawa ke hadapan TUHAN dalam sikap kerendahan hati yang mendalam. Ia berseru, "Ya TUHAN, Allahku, siapakah aku dan siapakah kaumku, sehingga Engkau membawa aku sampai pada titik ini?"

Pertanyaan retoris ini bukan sekadar kata-kata hampa. Ini adalah ungkapan pengakuan akan kebesaran Allah dan ketidaklayakan diri di hadapan-Nya. Daud, seorang raja yang berkuasa, seorang pejuang ulung, dan seorang pilihan Allah, justru melihat dirinya sebagai sosok yang kecil dan tidak berarti jika dibandingkan dengan kemurahan dan janji yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin ia, dari keluarga yang mungkin dianggap biasa, dan dari kaumnya yang juga tidak luar biasa, bisa mendapatkan berkat dan perhatian sebesar itu dari Allah.

Kerendahan hati Daud ini patut menjadi teladan bagi setiap orang. Dalam dunia yang seringkali menekankan pencapaian pribadi, kekuatan, dan keunggulan, pengakuan akan ketergantungan pada Allah adalah sebuah kekuatan sejati. Daud tidak melupakan dari mana ia berasal dan bagaimana ia diangkat. Ia memahami bahwa setiap keberhasilan, setiap kemuliaan, dan setiap janji yang diterimanya adalah murni anugerah dari Allah.

Reaksi Daud juga menunjukkan pemahaman yang benar tentang sifat Allah. Ia melihat Allah bukan hanya sebagai sumber kekuatan atau pelindung, tetapi sebagai Pemberi segalanya. Dan karena Allah adalah Pemberi, maka semua yang diterima harus dikembalikan dalam bentuk pujian, syukur, dan penghormatan yang tulus. Doa Daud adalah bukti bahwa hati yang bersyukur akan selalu melihat kebaikan Allah, bahkan dalam situasi yang paling membanggakan sekalipun.

Lebih jauh lagi, doa ini menyoroti tema kepercayaan. Daud mempercayakan masa depannya dan masa depan keturunannya kepada Allah. Ia tahu bahwa rencana Allah jauh melampaui pemahamannya, dan ia menerima serta merangkul rencana itu dengan seluruh hatinya. Pengakuan "siapakah aku" menunjukkan bahwa Daud sepenuhnya menyerahkan kendali hidupnya kepada Allah, mengakui bahwa Allah yang mengatur segalanya.

Dalam konteks 1 Tawarikh 17, janji Allah kepada Daud sangatlah signifikan. Allah berjanji akan mendirikan keturunan Daud untuk selama-lamanya dan membangun rumah bagi nama-Nya. Janji ini bukan hanya berlaku bagi Daud, tetapi memiliki implikasi spiritual yang mendalam bagi seluruh umat pilihan Allah. Dan di tengah janji yang begitu agung, Daud tetap bersikap rendah hati, mengakui bahwa semua itu terjadi bukan karena kekuatannya, melainkan karena kebaikan dan kesetiaan Allah.

Mari kita renungkan doa Raja Daud ini. Di tengah kesibukan dan pencapaian kita, apakah kita masih memiliki hati yang mampu bertanya "siapakah aku" di hadapan Allah? Apakah kita menyadari bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah anugerah? Doa ini mengingatkan kita untuk tidak pernah kehilangan rasa syukur dan kerendahan hati, serta untuk selalu memuliakan Allah dalam setiap aspek kehidupan kita, baik di saat suka maupun di saat duka.