Ayat 1 Tawarikh 19:17 ini merupakan sebuah momen penting dalam narasi tentang Raja Daud, menunjukkan karakter kepemimpinannya, belas kasihnya, dan bagaimana ia menavigasi hubungan internasional yang rumit. Cerita ini berawal dari perlakuan yang sangat tidak sopan dan menghina yang diterima oleh utusan-utusan Daud dari bani Amon. Setelah para utusan itu dipermalukan dan sebagian besar rambutnya dicukur habis, mereka diperintahkan untuk tidak kembali dalam keadaan seperti itu, yang merupakan aib besar di budaya Timur Dekat kuno.
Ketika berita tentang penghinaan ini sampai kepada Daud, responsnya tidaklah langsung penuh amarah atau keinginan untuk balas dendam secara membabi buta. Sebaliknya, ayat ini menunjukkan kebijaksanaan dan strategi yang luar biasa. Daud memahami bahwa ini bukan hanya masalah pribadi, tetapi juga sebuah penghinaan terhadap kerajaan Israel. Namun, ia tidak terburu-buru untuk menyatakan perang atau melakukan tindakan gegabah. Tindakan pertama yang ia lakukan adalah memerintahkan utusannya untuk tetap berada di Yerikho, sebuah kota yang dikenal sebagai "kota pohon-pohon kurma," tempat yang relatif aman dan terpencil.
Perintah untuk "tinggallah di Yerikho sampai janggutmu tumbuh kembali" memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar menunggu pertumbuhan rambut. Ini adalah simbol untuk menunggu hingga rasa malu dan penghinaan itu memudar, hingga mereka dapat kembali ke hadapan raja dengan martabat yang telah pulih. Ini menunjukkan kepedulian Daud terhadap kesejahteraan dan kehormatan para pengawalnya. Ia ingin memastikan bahwa mereka tidak terlihat lemah atau dipermalukan di mata publik lebih lama lagi. Ada rasa empati yang kuat dalam perintah ini.
Simbol daun kurma melambangkan Yerikho, kota tempat para utusan Daud berlindung.
Lebih dari itu, tindakan ini juga menunjukkan strategi politik Daud. Dengan meminta para utusannya menunggu di Yerikho, Daud memberikan waktu bagi situasi untuk mendingin dan ia dapat merencanakan langkah selanjutnya dengan matang. Ia juga memberi kesempatan bagi bani Amon untuk menyadari kesalahan mereka, meskipun dalam konteks narasi Alkitab, ini justru memicu konflik yang lebih besar. Namun, dari perspektif Daud pada saat itu, ini adalah langkah yang bijak dan penuh pertimbangan.
Ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya kesabaran, belas kasih, dan kebijaksanaan dalam menghadapi provokasi dan penghinaan. Daud, sebagai seorang pemimpin, tidak bertindak berdasarkan emosi sesaat. Ia memprioritaskan pemulihan martabat bawahannya dan merencanakan tindakan yang matang. Ia tahu kapan harus menunggu dan kapan harus bertindak. Hal ini berbeda dengan kepemimpinan yang impulsif dan penuh dendam. Daud memilih jalan hikmat, yang pada akhirnya akan membantunya memenangkan pertempuran yang akan datang melawan bani Amon dan sekutu mereka.
Kisah ini juga menyoroti sifat kejam dari beberapa bangsa tetangga Israel pada masa itu dan bagaimana Daud harus terus-menerus menjaga keamanan kerajaannya. Namun, cara Daud merespons tragedi para utusannya adalah bukti dari imannya dan kepemimpinannya yang dituntun oleh Tuhan. Ia menunjukkan bahwa kekuatan sejati bukan hanya terletak pada kemampuan militer, tetapi juga pada keteguhan hati, belas kasih, dan perencanaan yang bijaksana.
Untuk mendalami kisah ini lebih lanjut, Anda dapat membaca 1 Tawarikh 19 secara keseluruhan.