Berkatalah Daud: "Aku akan menunjukkan kesetiaan seperti ini kepada Hanun bin Nahas, sebab seperti ayahnya telah menunjukkan kesetiaan kepadaku, demikian juga aku akan menunjukkan kesetiaan kepadanya."
Ayat 1 Tawarikh 19:2 membawa kita pada momen krusial dalam hubungan antara Raja Daud dari Israel dan kerajaan tetangganya, Amon. Inti dari ayat ini terletak pada janji Daud untuk membalas budi baik yang telah ditunjukkan oleh ayah Hanun, yaitu Raja Nahas. Nahas sebelumnya telah menunjukkan belas kasih kepada Daud di masa-masa sulitnya, dan kini Daud bertekad untuk memberikan perlakuan serupa kepada putra Nahas, Hanun. Tindakan ini mencerminkan prinsip moral yang mendalam: kewajiban untuk membalas kebaikan dan menjaga hubungan yang didasarkan pada integritas.
Daud, sebagai seorang raja yang bijaksana dan beriman, memahami pentingnya diplomasi dan hubungan antarnegara. Keputusannya untuk mengirim utusan sebagai bentuk penghormatan kepada Hanun bukanlah sekadar formalitas. Ini adalah langkah strategis untuk mempererat persahabatan dan memastikan perdamaian di perbatasan kerajaannya. Namun, seperti yang sering terjadi dalam cerita-cerita Alkitab, niat baik seringkali dihadapkan pada ujian. Apa yang dimulai sebagai gesture niat baik dari pihak Daud, sayangnya, akan berujung pada kesalahpahaman dan konflik yang menyakitkan.
Kisah ini menyoroti bagaimana prinsip kasih setia dan keadilan dapat menjadi fondasi yang kuat dalam hubungan interpersonal maupun antarnegara. Daud beroperasi dari prinsip membalas kebaikan, sebuah konsep yang sangat dihargai dalam banyak budaya, termasuk budaya Timur Dekat kuno. Ia tidak hanya mengingat perlakuan baik dari mendiang Raja Nahas, tetapi juga berinisiatif untuk menunjukkannya kepada generasi penerus. Ini menunjukkan kedalaman karakter Daud sebagai pribadi yang memiliki rasa terima kasih dan komitmen terhadap hubungan yang sehat.
Dalam konteks yang lebih luas, 1 Tawarikh 19:2 juga dapat diinterpretasikan sebagai cerminan dari karakter Allah sendiri. Alkitab berulang kali menegaskan bahwa Allah adalah Allah yang setia dan adil. Kebaikan yang Daud berjanji untuk tunjukkan, pada dasarnya, adalah refleksi dari sifat ilahi. Allah selalu menjanjikan balasan bagi mereka yang mencari-Nya dengan tulus dan melakukan kebaikan. Kisah Daud menjadi contoh bagaimana prinsip-prinsip ilahi ini dapat dan seharusnya diterapkan dalam kehidupan manusia.
Meskipun ayat ini singkat, maknanya sangat mendalam. Ia mengingatkan kita akan pentingnya membalas budi, menjaga hubungan baik, dan beroperasi dari prinsip kebaikan serta keadilan. Kegagalan Hanun untuk mengenali dan menghargai gesture kebaikan Daud justru menyoroti betapa berharga dan langkanya tindakan semacam itu. Di dunia yang terkadang terasa penuh dengan ketidakpercayaan dan manipulasi, komitmen untuk menunjukkan kasih setia dan keadilan, seperti yang dicontohkan oleh Daud, tetap menjadi prinsip yang relevan dan mulia. Penting bagi kita untuk merefleksikan bagaimana kita memperlakukan orang lain, terutama mereka yang pernah menunjukkan kebaikan kepada kita.