Ilustrasi garis-garis melengkung dengan titik-titik dan teks "Keluarga Imam Melayani Tuhan" dengan latar belakang gradien biru cerah.
"Juga kepada Obed-Edom diberikan bagian-bagian yang dipikul, dan kepada Obed-Edom dan kepada saudara-saudaranya, yakni pintu gerbang: delapan orang. Dan kepada Ahia dan Syubael, anak-anak Gersom, anak Mirari, dan kepada mereka yang menjaganya adalah sejumlah seratus dua puluh orang."
Kitab Tawarikh, khususnya pasal 24 dan 28, memberikan gambaran yang mendalam mengenai organisasi dan fungsi Bait Suci pada masa Raja Daud dan kelanjutannya. Pasal 24 secara spesifik menguraikan tentang pembagian tugas para imam dan orang-orang Lewi yang melayani di Bait Allah. Ini bukan sekadar daftar nama, melainkan sebuah sistem yang terstruktur demi kelancaran ibadah kepada Tuhan. Pembagian ini dilakukan dengan undian di bawah kepemimpinan imam besar Zadok dan Ahimelekh, serta dipandu oleh Azarya, keturunan imam Harun. Tujuannya adalah agar setiap keluarga imam dan Lewi mendapatkan giliran pelayanan yang adil dan teratur, baik dalam tugas-tugas rutin maupun dalam pelayanan khusus di hari-hari raya.
Ayat 28, yang menjadi fokus kita, menyebutkan secara spesifik mengenai bagian-bagian yang diberikan kepada Obed-Edom dan keturunannya, serta kepada Ahia dan Syubael, keturunan Mirari. Ini menunjukkan bahwa keberagaman keluarga dalam suku Lewi memiliki peran masing-masing. Obed-Edom, yang sebelumnya dikenal karena menjadi tempat penyimpanan Tabut Perjanjian, kini juga memiliki tanggung jawab dalam pelayanan pintu gerbang. Hal ini menggarisbawahi pentingnya setiap individu dan keluarga dalam melayani Tuhan, bahkan dalam peran yang mungkin tampak lebih sederhana, seperti menjaga pintu gerbang. Kepatuhan dan kesetiaan dalam tugas sekecil apapun dihargai.
Pembagian tugas ini didasarkan pada garis keturunan dari Harun dan Lewi, menunjukkan betapa pentingnya warisan rohani dan pelayanan yang diturunkan dari generasi ke generasi. Setiap keluarga memiliki tanggung jawab yang jelas sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh Tuhan melalui Daud dan para pemimpin rohaninya. Ayat ini menegaskan bahwa pelayanan di Bait Suci bukanlah tugas yang sembarangan, melainkan sebuah kehormatan dan kewajiban yang diatur dengan ketelitian.
Lebih dari sekadar struktur organisasi, ayat-ayat ini mengajarkan tentang pentingnya disiplin, ketaatan, dan kesetiaan dalam melayani Tuhan. Keluarga-keluarga imam dan Lewi dipanggil untuk menempatkan ibadah dan pelayanan kepada Tuhan sebagai prioritas utama dalam kehidupan mereka. Mereka diberi kepercayaan untuk menjaga kesucian Bait Suci dan memastikan ibadah umat berjalan lancar. Ketaatan mereka pada sistem yang telah ditetapkan menjadi teladan bagi kita semua tentang bagaimana seharusnya kita mendekati dan melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan Tuhan kepada kita.
Terutama, ayat 28 mengingatkan kita bahwa bahkan dalam keluarga yang lebih kecil atau cabang dari keluarga Lewi yang lebih besar, seperti keturunan Gersom dari suku Mirari, terdapat peran yang diberikan. Seratus dua puluh orang yang disebutkan menjaga Ahia dan Syubael menunjukkan bahwa ada banyak tangan yang terlibat dalam keseluruhan sistem pelayanan. Ini mengajarkan kita tentang nilai kerjasama dan bagaimana kontribusi setiap orang, tidak peduli seberapa besar atau kecilnya, adalah penting untuk mencapai tujuan bersama dalam melayani Tuhan.
Dengan demikian, 1 Tawarikh 24 dan 28 tidak hanya memberikan wawasan historis tentang kehidupan ibadah di Israel kuno, tetapi juga mengajarkan prinsip-prinsip universal tentang organisasi pelayanan, pentingnya keturunan rohani, ketaatan pada kehendak Tuhan, dan nilai setiap kontribusi individu dalam pekerjaan-Nya. Prinsip-prinsip ini tetap relevan hingga saat ini bagi gereja dan setiap umat yang dipanggil untuk melayani.