Simbol Keadilan Hakim

Hakim 1 8

"Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) hingga sampai ia dewasa, dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya." (QS. Al-Isra ayat 34)

Peran Fundamental Hakim dalam Sistem Peradilan

Hakim merupakan pilar utama dalam tegaknya keadilan di sebuah negara. Dalam konteks hukum Indonesia, keberadaan hakim tidak hanya sebatas menjalankan tugas administratif, tetapi memegang amanah besar sebagai penegak hukum dan keadilan bagi seluruh rakyat. Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman memberikan definisi yang jelas mengenai hakim, yaitu "pejabat peradilan yang melakukan pekerjaan yudisial, yang bertugas untuk menerima, memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang diajukan kepadanya." Definisi ini menggarisbawahi bahwa hakim memiliki peran sentral dalam setiap tahapan proses peradilan.

Tugas dan Tanggung Jawab Hakim

Tugas seorang hakim sangatlah kompleks dan membutuhkan dedikasi tinggi. Dari definisi yang tercantum dalam pasal tersebut, kita dapat menguraikan tugas-tugas krusial yang diemban oleh seorang hakim. Pertama, menerima perkara berarti hakim harus siap menerima laporan atau pengaduan serta berkas-berkas yang diajukan oleh pihak-pihak yang bersengketa. Kedua, memeriksa perkara melibatkan proses mendalami duduk perkara, mendengarkan keterangan saksi, memeriksa bukti-bukti, dan mempelajari argumen hukum dari para pihak. Tahap ini membutuhkan ketelitian dan pemahaman mendalam terhadap materi hukum yang relevan.

Selanjutnya, hakim bertugas untuk mengadili, yang berarti melakukan pertimbangan hukum berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Proses ini harus dilakukan secara objektif dan imparsial, tanpa dipengaruhi oleh tekanan atau kepentingan pihak manapun. Terakhir, dan yang paling penting, hakim harus memutus perkara. Putusan hakim harus mencerminkan keadilan, didasarkan pada hukum, dan memiliki kekuatan hukum tetap. Putusan ini menjadi penentu nasib para pihak yang bersengketa.

Lebih jauh lagi, merujuk pada spirit ayat Al-Isra ayat 34 yang mengingatkan pentingnya keadilan, kejujuran, dan pertanggungjawaban, tugas hakim tidak hanya terbatas pada aspek teknis hukum. Hakim juga memiliki tanggung jawab moral dan etika untuk bertindak adil, tidak memihak, dan senantiasa mengedepankan prinsip kebenaran. Mereka dituntut untuk memiliki integritas yang tinggi, profesionalisme, dan kemandirian dalam setiap pengambilan keputusan. Keadilan yang dicari bukan hanya keadilan formal, tetapi juga keadilan substantif yang menyentuh rasa keadilan masyarakat.

Hakim yang Independent dan Akuntabel

Kemandirian hakim adalah prasyarat mutlak untuk mewujudkan peradilan yang bersih dan berwibawa. Hal ini berarti hakim harus bebas dari intervensi pihak manapun, baik dari eksekutif, legislatif, maupun pihak lain yang berkepentingan. Namun, kemandirian ini tidak berarti kebebasan tanpa batas. Hakim juga dituntut untuk akuntabel atas setiap putusan yang mereka ambil. Akuntabilitas ini diwujudkan melalui pertanggungjawaban moral, etika, dan hukum kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, masyarakat, negara, serta kepada lembaga peradilan yang menaunginya.

Peran hakim dalam pasal 1 ayat 8 UU Kekuasaan Kehakiman, yang kemudian dikaitkan dengan tuntunan moral dalam ajaran agama, menegaskan bahwa hakim bukan hanya sekadar penafsir undang-undang, tetapi juga penjaga gerbang keadilan. Kualitas putusan hakim sangat menentukan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Oleh karena itu, setiap individu yang menduduki jabatan hakim harus senantiasa meningkatkan kompetensi, menjaga marwah profesi, dan bertindak sesuai dengan sumpah jabatan yang telah diucapkannya, demi terwujudnya tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera.