1 Tawarikh 24 9

"Dan karena undian itu berlaku bagi mereka, sama seperti bagi saudara-saudara mereka, bani Harun, di hadapan TUHAN, ketika mereka berdiri untuk menjalankan ibadah."

Peran Penting Undian dalam Tata Kelola Bait Suci

Kitab 1 Tawarikh, khususnya pasal 24, membawa kita pada sebuah gambaran rinci mengenai organisasi ibadah di Bait Suci Yerusalem pada masa Raja Daud. Bagian ini menyoroti pembagian tugas para imam dan orang Lewi yang dilakukan berdasarkan keturunan dan, yang menarik, melalui sistem pengundian. Ayat 9 dari pasal ini secara spesifik menegaskan bahwa pengundian ini menjadi mekanisme utama dalam menentukan giliran pelayanan mereka.

Dalam konteks sejarah Israel kuno, Bait Suci bukan sekadar tempat ibadah, melainkan pusat kehidupan spiritual dan sosial bangsa. Keberlangsungan ibadah harian, persembahan korban, dan berbagai ritual lainnya memerlukan struktur organisasi yang jelas dan adil. Pembagian tugas yang didasarkan pada keturunan Harun, nenek moyang para imam, sudah ada sejak lama. Namun, untuk memastikan keadilan dan mencegah kecemburuan atau perselisihan, Raja Daud bersama Imam Zadok dan Ahimelekh, serta pemimpin-pemimpin kaum Lewi, menetapkan sistem pengundian.

Simbol undian yang menggambarkan keadilan dan pembagian tugas.

Penerapan Keadilan Melalui Sistem Undian

Sistem pengundian ini sangatlah krusial. Bayangkan ada ratusan imam dan ribuan orang Lew yang memiliki tugas berbeda-beda. Tanpa sebuah metode yang objektif, persaingan untuk mendapatkan giliran ibadah di waktu-waktu yang dianggap lebih terhormat atau memiliki tanggung jawab yang lebih besar bisa menjadi sumber perpecahan. Pengundian menghilangkan unsur subyektivitas dan nepotisme. Setiap keluarga imam dan setiap kelompok Lewi memiliki kesempatan yang sama untuk melayani.

Firman Tuhan dalam 1 Tawarikh 24:9 menekankan bahwa undian ini dilakukan "di hadapan TUHAN". Ini menunjukkan kesakralan dari proses tersebut. Mereka tidak hanya melakukannya sebagai sebuah prosedur administratif, tetapi sebagai sebuah tindakan iman, menyerahkan sepenuhnya penentuan giliran ibadah kepada kehendak Tuhan. Dengan demikian, setiap tugas yang diterima melalui undian dianggap sebagai penugasan ilahi, yang harus dijalani dengan kesungguhan dan ketaatan.

Implikasi Lebih Luas

Selain memastikan keadilan dalam pelayanan ibadah, sistem ini juga menciptakan pola pelayanan yang teratur. Hal ini memungkinkan adanya persiapan yang matang bagi setiap kelompok yang mendapat giliran. Mereka dapat mempersiapkan diri secara spiritual, fisik, dan material untuk menjalankan tugas mereka dengan sebaik-baiknya. Hal ini juga memudahkan pengelolaan sumber daya dan inventaris yang dibutuhkan untuk ibadah.

Pengajaran dari 1 Tawarikh 24:9 melampaui konteks sejarah Israel. Prinsip keadilan, keteraturan, dan penyerahan diri pada kehendak Tuhan tetap relevan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam komunitas, organisasi, bahkan dalam keluarga, menetapkan mekanisme yang adil untuk pembagian tugas atau sumber daya, serta menjalankan peran kita dengan rasa syukur dan ketaatan, adalah cerminan dari prinsip-prinsip yang diajarkan dalam Kitab Suci ini.

Pengundian, dalam konteks ini, bukan sekadar kebetulan, melainkan sebuah metode yang dipilih untuk mencapai keadilan dan keteraturan dalam melayani yang Ilahi. Hal ini mengingatkan kita bahwa dalam segala sesuatu yang kita lakukan, terutama yang berkaitan dengan pelayanan dan tanggung jawab bersama, keadilan dan ketertiban adalah kunci untuk membangun fondasi yang kuat dan harmonis.