"Penasihat-penasihat raja, yaitu Ahitofel orang Gilo, Husai orang Arki, dan Khusai orang Arki dan Hushai orang Arki dan Khusai orang Arki."
Pasal 27 dan 32 dari Kitab 1 Tawarikh menyingkapkan aspek penting dari pemerintahan Raja Daud, sebuah gambaran tentang bagaimana sebuah kerajaan dapat dijalankan dengan baik melalui organisasi, disiplin, dan kebijaksanaan. Ayat-ayat ini, khususnya yang menyebutkan para penasihat penting seperti Ahitofel dan Khusai, menunjukkan betapa berharganya masukan dari para profesional yang memiliki pemahaman mendalam tentang urusan negara dan militer. Dalam konteks modern, ini adalah refleksi dari pentingnya tim ahli dan konsultan dalam pengambilan keputusan strategis, baik di sektor publik maupun swasta.
Organisasi militer yang terstruktur dengan baik, yang dijelaskan dalam pasal-pasal ini, tidak hanya mencakup penjaga dan pasukan tempur, tetapi juga distribusi tugas yang jelas dan penunjukan pemimpin yang kompeten. Setiap detil, dari penjaga gerbang hingga komandan pasukan di berbagai wilayah, diperhatikan. Hal ini menciptakan sistem pertahanan yang kuat dan memungkinkan respons cepat terhadap ancaman yang mungkin muncul. Struktur ini menjadi fondasi stabilitas kerajaan, memungkinkan pembangunan dan kemakmuran untuk berkembang di bawah perlindungan yang kokoh.
Lebih jauh lagi, ayat-ayat ini juga menyoroti pentingnya pengelolaan sumber daya. Pengelolaan ternak, tanah, dan kekayaan kerajaan yang terperinci menggambarkan praktik administrasi yang canggih untuk masanya. Ini bukan sekadar pencatatan, tetapi juga pemahaman mendalam tentang bagaimana memanfaatkan kekayaan untuk kebaikan seluruh umat. Keberhasilan sebuah pemerintahan seringkali bergantung pada seberapa efektif sumber daya yang ada dikelola dan dialokasikan untuk berbagai kebutuhan masyarakat.
Kehadiran para penasihat bijak seperti Ahitofel (yang sayangnya kemudian berkhianat) dan Khusai menunjukkan bahwa bahkan pemimpin yang kuat pun memerlukan beragam perspektif. Perbedaan pendapat yang sehat dan nasihat yang tulus adalah kunci untuk menghindari kesalahan fatal. Hal ini mengajarkan kita bahwa dalam setiap organisasi, keberadaan individu yang memiliki kemampuan analisis tajam dan pandangan strategis sangatlah krusial. Mereka berfungsi sebagai 'mata dan telinga' tambahan bagi para pemimpin, membantu mengidentifikasi potensi masalah sebelum menjadi krisis.
1 Tawarikh 27 dan 32 secara keseluruhan memberikan pelajaran berharga tentang prinsip-prinsip tata kelola yang baik. Ini adalah tentang membangun sebuah sistem yang tidak hanya efisien dalam operasionalnya, tetapi juga memiliki integritas moral dan tujuan yang luhur. Dengan menata segala sesuatu sesuai pada tempatnya, menunjuk orang-orang yang cakap, dan mendengarkan nasihat yang bijak, sebuah entitas – baik itu kerajaan kuno atau organisasi modern – dapat mencapai stabilitas, pertumbuhan, dan kemakmuran yang berkelanjutan. Ini adalah warisan abadi dari sebuah kepemimpinan yang terorganisir dan berpandangan jauh ke depan. Pentingnya setiap peran, sekecil apapun, dan bagaimana mereka berkontribusi pada keseluruhan adalah inti dari tatanan yang berhasil.