"Atau yang lain lagi, kepada Ahia, anak Ido dari Zefon, ia mengepalai separuh dari suku Manasye, dan bersama dia adalah Elisama, anak Bokhi, dan yang mengepalai separuh lain dari suku Manasye."
Ayat dari Kitab 1 Tawarikh pasal 27, ayat 9, ini mungkin sekilas terlihat sederhana, namun di dalamnya tersimpan makna mendalam mengenai struktur organisasi, pembagian tugas, dan kepemimpinan yang efektif dalam konteks bangsa Israel pada masa Daud. Ayat ini secara spesifik menyebutkan tentang pembagian suku Manasye yang dipimpin oleh dua orang, yaitu Ahia dan Elisama. Pembagian ini menunjukkan adanya perencanaan yang matang dan delegasi wewenang yang jelas.
Dalam pengaturan ini, setiap kepala suku memiliki tanggung jawab atas separuh dari anggota sukunya. Hal ini mengindikasikan bahwa tugas-tugas besar, seperti pengelolaan wilayah, pendataan penduduk, atau bahkan persiapan militer, dibagi secara proporsional. Ini adalah prinsip penting dalam manajemen modern: memecah tugas yang kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan dapat dikelola, serta menugaskan pemimpin yang kompeten untuk setiap bagian. Pilihan terhadap Ahia dan Elisama sebagai pemimpin tentu bukan tanpa alasan. Mereka adalah orang-orang yang dipercaya untuk menjalankan tugas tersebut, mencerminkan pentingnya integritas dan kemampuan dalam memilih seorang pemimpin.
Penggunaan angka 1 tawarikh 27 9 sebagai referensi menunjukkan ketertarikan pada detail organisasi dan bagaimana sejarah kekuasaan serta administrasi bangsa Israel dicatat. Ayat ini menjadi bukti bahwa Daud, sebagai raja, tidak memerintah secara otokratis, melainkan membangun sebuah sistem yang terstruktur. Pembagian suku seperti ini memungkinkan administrasi yang lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan setiap komunitas. Hal ini juga penting untuk menjaga keharmonisan dan mencegah potensi konflik internal dengan memastikan semua bagian suku mendapatkan perhatian yang setara.
Lebih jauh lagi, ayat ini dapat diartikan sebagai refleksi dari pentingnya kepercayaan. Daud mempercayakan kepemimpinan separuh suku Manasye kepada Ahia dan Elisama. Kepercayaan ini haruslah didasari oleh pemahaman akan kemampuan dan kesetiaan mereka. Dalam setiap organisasi, baik itu negara, perusahaan, maupun komunitas, membangun dan memelihara kepercayaan antar pemimpin dan bawahan adalah fondasi kesuksesan. Ketaatan pada struktur yang telah ditetapkan, seperti yang diilustrasikan dalam pembagian suku ini, juga merupakan kunci stabilitas.
Kekuatan kepemimpinan yang ditampilkan melalui ayat 1 tawarikh 27 9 ini bukan hanya tentang otoritas, tetapi juga tentang tanggung jawab, kepercayaan, dan perencanaan yang bijaksana. Ini adalah pelajaran berharga tentang bagaimana mengatur sebuah bangsa agar dapat berkembang dan bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan, sekaligus memastikan keadilan dan ketertiban bagi seluruh rakyatnya. Semangat pembagian tugas dan akuntabilitas yang tercermin dalam ayat ini masih relevan hingga kini dalam berbagai aspek kehidupan.