"Adapun Ruben, dia adalah anak sulung Israel. Tetapi karena ia mencemari tempat tidur ayahnya, maka hak kesulungannya diberikan kepada anak-anak Yusuf, anak Israel itu, sehingga ia tidak terdaftar dalam garis keturunan menurut hak kesulungan."
Ayat pertama dari pasal kelima Kitab 1 Tawarikh membawa kita langsung kepada garis keturunan Israel, menyoroti sebuah peristiwa penting yang memengaruhi kedudukan salah satu dari dua belas suku. Ayat ini berfokus pada Ruben, putra sulung Yakub (Israel). Sebagai anak sulung, Ruben seharusnya mewarisi hak kesulungan yang istimewa. Hak ini bukan sekadar gelar, melainkan mencakup warisan ganda dalam harta benda dan, yang lebih penting, kepemimpinan spiritual serta otoritas dalam keluarga besar Israel. Ini adalah posisi yang sangat dihormati dan penuh tanggung jawab.
Namun, ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa Ruben kehilangan hak kesulungannya. Alasan yang diberikan adalah "karena ia mencemari tempat tidur ayahnya." Meskipun detail spesifik mengenai perbuatan ini tidak dijabarkan lebih lanjut dalam ayat ini, konteks biblikal dan catatan lain menunjukkan bahwa Ruben melakukan hubungan seksual dengan Bilha, gundik Yakub. Tindakan ini dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap kesucian keluarga dan kehormatan ayah. Dalam budaya kuno, mencemari tempat tidur ayah adalah dosa yang sangat hina dan membawa konsekuensi berat.
Akibat dari pelanggaran ini, hak kesulungan Ruben dialihkan. Alkitab mencatat bahwa hak tersebut "diberikan kepada anak-anak Yusuf, anak Israel itu." Ini adalah poin krusial. Yusuf, meskipun bukan anak sulung yang dilahirkan oleh Lea, adalah anak kesayangan Yakub dan telah melalui banyak cobaan yang membentuk karakternya. Melalui kedua putranya, Efraim dan Manasye, keturunan Yusuf kemudian memiliki kedudukan yang sangat penting di antara suku-suku Israel, bahkan seringkali menjadi kekuatan dominan. Pengalihan hak ini menegaskan bahwa kepemimpinan dan berkat dalam rencana Tuhan tidak selalu mengikuti urutan biologis semata, melainkan juga bergantung pada kesetiaan, integritas, dan kehendak ilahi.
Pentingnya ayat ini terletak pada ilustrasinya tentang keadilan dan kekudusan Tuhan. Tuhan tidak membiarkan dosa tanpa konsekuensi, bahkan bagi anggota keluarga yang terdekat. Hak kesulungan, yang tampaknya melekat secara inheren, dapat hilang karena ketidaktaatan dan pelanggaran moral. Ini menjadi pengingat yang kuat bagi setiap individu dan komunitas bahwa hidup dalam kekudusan dan kehormatan sangatlah vital di hadapan Tuhan. Ayat ini juga menunjukkan bagaimana rencana Tuhan terus berjalan, bahkan ketika individu jatuh. Meskipun Ruben kehilangan haknya, garis keturunan dan berkat Israel tetap dilanjutkan melalui cabang keluarga lain, yaitu keturunan Yusuf, yang akhirnya memainkan peran sentral dalam sejarah bangsa Israel, termasuk dalam kepemimpinan dan pewarisan tanah perjanjian.
Kisah Ruben dalam 1 Tawarikh 5:1 menjadi pelajaran abadi tentang pentingnya menjaga kekudusan pribadi dan keluarga, serta keyakinan bahwa kedaulatan Tuhan mencakup semua aspek kehidupan, termasuk garis keturunan dan anugerah-Nya. Penekanan pada "tidak terdaftar dalam garis keturunan menurut hak kesulungan" mempertegas betapa permanen dan signifikannya dampak dari tindakan tersebut terhadap status spiritual dan sosial Ruben dalam kerangka perjanjian Tuhan dengan Israel.