Ayat ini, yang diambil dari Surat Paulus yang Kedua kepada Jemaat di Korintus pasal 13 ayat 6, memberikan sebuah pernyataan yang kuat tentang integritas dan otoritas kerasulan yang dipegang oleh Rasul Paulus dan rekan-rekannya. Dalam konteks surat ini, Paulus sedang menghadapi perlawanan dan keraguan dari sebagian jemaat di Korintus mengenai pelayanan dan kerasulannya. Ada yang mempertanyakan keabsahannya, menantang kepemimpinannya, dan meragukan kuasa yang telah dianugerahkan Allah kepadanya.
Menghadapi situasi yang penuh tantangan ini, Paulus tidak mundur atau merasa minder. Sebaliknya, ia dengan tegas menyatakan bahwa ia dan timnya telah teruji dan terbukti lulus dalam pandangan Allah. Ungkapan "tidak menjadi orang-orang yang tidak lulus ujian" (Yunani: adokimos) secara harfiah berarti tidak terbukti, tidak layak, atau gagal dalam ujian. Paulus ingin menegaskan bahwa mereka bukanlah pribadi-pribadi yang cacat secara rohani, yang tidak dapat dipercaya, atau yang tidak memiliki bukti nyata dari pekerjaan Allah dalam hidup mereka.
Apa artinya teruji dan lulus dalam konteks kerasulan? Ini bukan sekadar tentang kemampuan retorika atau kecerdasan intelektual. Keterujian yang dimaksud Paulus meliputi integritas moral, kesetiaan pada Injil yang murni, kasih yang tulus bagi jemaat, dan keberanian untuk menghadapi kesulitan demi Kristus. Keterujian ini juga dibuktikan oleh buah-buah rohani yang dihasilkan melalui pelayanan mereka, yaitu pertobatan orang banyak, pertumbuhan iman jemaat, dan manifestasi kuasa Allah yang menguatkan serta memulihkan.
Ayat ini juga memiliki implikasi yang lebih luas bagi setiap orang percaya. Kita semua dipanggil untuk hidup dalam pengujian diri yang sehat, untuk memastikan bahwa iman kita bukanlah sekadar formalitas, melainkan sebuah kenyataan yang teruji dalam kehidupan sehari-hari. Apakah tindakan kita mencerminkan kasih Kristus? Apakah perkataan kita membangun dan menguatkan orang lain? Apakah kita hidup dalam ketaatan kepada firman-Nya, bahkan ketika menghadapi kesulitan atau godaan?
Kehadiran Kristus yang sejati dalam diri kita seharusnya memampukan kita untuk menjalani ujian-ujian kehidupan dengan teguh. Paulus tidak mengklaim kesempurnaan, tetapi ia yakin bahwa Roh Kudus bekerja di dalam dirinya dan rekan-rekannya, menguji, memurnikan, dan menguatkan mereka. Oleh karena itu, mereka bisa berdiri teguh dan menyatakan bahwa mereka telah membuktikan diri sebagai utusan Kristus yang sejati, yang membawa pemulihan dan pengenalan akan Allah.
Dalam menghadapi tantangan iman modern, penting bagi kita untuk tidak mudah terombang-ambing oleh ajaran yang salah atau gaya hidup yang menyimpang dari firman Tuhan. Kita perlu terus menguji diri sendiri, membandingkan hidup kita dengan standar kebenaran Allah, dan memastikan bahwa kita benar-benar hidup dalam Kristus dan Kristus hidup dalam kita. Seperti Paulus, kita dapat memiliki keyakinan bahwa jika kita mencari Allah dengan sungguh-sungguh, Dia akan menguji dan menguatkan kita, sehingga kita terbukti lulus dalam ujian-Nya dan menjadi kesaksian hidup bagi kemuliaan-Nya.
Pengalaman kerasulan Paulus menjadi pengingat bahwa pelayanan yang otentik selalu diuji. Tantangan, kritik, bahkan penganiayaan, bisa menjadi bagian dari proses pemurnian. Namun, bagi mereka yang berkomitmen pada kebenaran dan bergantung pada kuasa Allah, ujian-ujian tersebut justru menjadi bukti keabsahan dan kekuatan iman mereka. Kita dipanggil untuk meneladani sikap Paulus, yaitu keyakinan bahwa Allah yang memulai pekerjaan baik dalam diri kita, juga akan menyelesaikannya (Filipi 1:6).
Jadi, marilah kita merenungkan 2 Korintus 13:6 ini. Bukan untuk menjadi sombong, melainkan untuk memeriksa diri secara jujur. Apakah hidup kita menunjukkan tanda-tanda bahwa kita telah teruji dan lulus dalam panggilan Kristus? Kiranya Roh Kudus terus menerus menguji, memurnikan, dan menguatkan kita, sehingga kita dapat menjadi saksi Kristus yang efektif dan terbukti dalam segala hal.