"yaitu dengan pukulan, dengan penjara, dengan kerusuhan, dengan jerih payah, dengan waktu jaga, dengan puasa."
Ayat 2 Korintus 6:5 dari Alkitab ini menawarkan sebuah gambaran yang kuat tentang realitas pelayanan Kristen, terutama yang dijalani oleh Rasul Paulus dan rekan-rekannya. Ayat ini tidak memaparkan strategi pemasaran yang menggiurkan atau janji kemudahan, melainkan sebuah daftar pengorbanan dan penderitaan yang nyata. Ini adalah "tanda" yang membedakan hamba Tuhan yang sejati dari para penipu atau mereka yang mencari keuntungan pribadi. Dalam dunia yang sering kali menghargai kesuksesan materi dan pengakuan publik, ayat ini mengingatkan kita bahwa kesetiaan kepada Kristus sering kali datang dengan harga.
Ketika Paulus menyebutkan "pukulan," ia merujuk pada kekerasan fisik dan pemukulan yang sering kali dialaminya. Penjara adalah simbol lain dari pengekangan dan penderitaan yang harus dihadapi karena pemberitaan Injil. "Kerusuhan" bisa merujuk pada kekacauan dan permusuhan yang timbul dari masyarakat yang menolak pesan Kristus. Ini semua adalah bagian dari harga yang dibayar oleh mereka yang berani berdiri teguh di hadapan penganiayaan dan penolakan.
Lebih dari sekadar penderitaan fisik, "jerih payah" menggambarkan kerja keras yang luar biasa, usaha yang melelahkan, dan pengurasan energi tanpa henti demi pekerjaan Tuhan. "Waktu jaga" menyiratkan malam-malam tanpa tidur, kewaspadaan terus-menerus, dan pengorbanan istirahat demi melayani dan melindungi domba-domba Tuhan. Terakhir, "puasa" tidak hanya merujuk pada menahan makanan, tetapi juga kepada pengorbanan kebutuhan pribadi dan kesenangan duniawi demi fokus pada hal-hal rohani dan memohon bimbingan Tuhan.
Mengapa Paulus menyoroti hal-hal ini? Karena dalam konteks Korintus, ada banyak sekali guru palsu yang mencoba mendiskreditkan pelayanannya dengan mengklaim bahwa ia tidak memiliki otoritas apostolik. Paulus tidak bisa menunjukkan tanda-tanda fisik kemuliaan duniawi seperti yang mungkin diharapkan beberapa orang. Sebaliknya, tanda-tanda pelayanan yang otentik ia temukan dalam ketekunan dan ketahanan melalui kesulitan-kesulitan ini. Inilah yang membuktikan bahwa pelayanannya bukanlah karena kepentingannya sendiri, melainkan karena panggilan dan kuasa dari Allah.
Ayat ini memiliki relevansi yang mendalam bagi kita saat ini. Meskipun konteks penganiayaan mungkin berbeda, prinsipnya tetap sama. Pelayanan yang otentik kepada Kristus sering kali menuntut pengorbanan, penolakan terhadap kenyamanan, dan kesediaan untuk menghadapi tantangan. Ini mengajarkan kita untuk tidak selalu mencari jalan yang paling mudah, melainkan jalan yang paling benar di hadapan Tuhan. Keberhasilan dalam pandangan duniawi tidak selalu menjadi tolok ukur pelayanan yang diberkati oleh Tuhan. Sebaliknya, ketekunan dalam kebenaran, kasih yang tanpa pamrih, dan kesaksian hidup yang konsisten di tengah segala keadaan, itulah tanda-tanda yang sesungguhnya dari pelayanan yang berkenan kepada-Nya.