Kitab 2 Raja-raja mencatat kronik raja-raja Israel dan Yehuda, yang sering kali menampilkan gambaran kemerosotan moral dan spiritual. Dalam kasus Kerajaan Israel Utara, yang sering disebut sebagai Samaria, sejarahnya dipenuhi dengan pemberontakan, pembunuhan raja-raja, dan penyembahan berhala. Ayat 2 Raja-raja 15:25 muncul dalam konteks ini, tepat setelah menceritakan pemerintahan raja sebelumnya, Menahem, yang dikenal karena kekejaman dan kebijakannya yang rapuh. Pergantian kekuasaan kepada Pekah bin Remalya bukanlah sebuah reformasi yang membawa kebaikan, melainkan merupakan kelanjutan dari siklus kekacauan.
Pekah sendiri kemudian tercatat dalam catatan sejarah sebagai raja yang bersekutu dengan Aram (Suriah) melawan Kerajaan Yehuda Selatan. Persekutuan ini sangat merusak dan membawa penderitaan yang mendalam bagi kedua kerajaan. Pengangkatan Pekah oleh Tuhan, seperti yang dinyatakan dalam ayat tersebut, menunjukkan bahwa di tengah kebobrokan manusia, Tuhan tetap memegang kendali atas sejarah. Namun, kendali ini sering kali berarti membiarkan konsekuensi dosa terjadi, sebagai bentuk disiplin ilahi. Bagi Israel, ini adalah tanda peringatan bahwa ketidaktaatan mereka membawa kehancuran.
Memahami konteks dari ayat ini penting untuk mengapresiasi kedalaman pesannya. Pekah bin Remalya memimpin Israel selama sekitar dua puluh tahun, periode yang ditandai dengan ketidakstabilan politik yang ekstrem dan ancaman yang semakin besar dari kekaisaran Asiria di timur. Pemberontakan dan perebutan kekuasaan menjadi ciri khas masa pemerintahannya, menunjukkan bahwa "pengangkatan" oleh Tuhan dalam konteks ini bukanlah berkat dalam artian duniawi, melainkan kesempatan bagi bangsa itu untuk menghadapi konsekuensi dari jalan yang telah mereka pilih. Ayat ini mengingatkan bahwa kedaulatan Tuhan mencakup semua aspek kehidupan, termasuk perubahan politik dan kebangkitan para pemimpin, baik yang baik maupun yang jahat.
Lebih jauh lagi, ayat ini juga dapat dilihat sebagai bagian dari narasi yang lebih besar tentang ketidaksetiaan Israel dan janji pemulihan Tuhan. Meskipun sering kali Tuhan mendatangkan hukuman, tujuan akhir-Nya adalah untuk membawa umat-Nya kembali kepada-Nya. Dalam konteks 2 Raja-raja, ini adalah peringatan keras yang mendahului kehancuran total Kerajaan Israel oleh Asiria. Bagi pembaca modern, ayat ini menjadi pengingat akan pentingnya ketaatan, kesetiaan kepada Tuhan, dan kesadaran bahwa bahkan dalam kekacauan dunia, tangan Tuhan tetap bekerja, membentuk jalannya sejarah sesuai dengan rencana-Nya yang kudus. Peristiwa yang digambarkan dalam 2 Raja-raja 15:25 mengajarkan bahwa setiap pergantian kepemimpinan dan setiap gejolak politik memiliki makna rohani yang mendalam.
Peristiwa ini juga menggarisbawahi tema kedaulatan ilahi yang konsisten dalam Kitab Suci. Tuhan tidak pasif terhadap tindakan umat manusia. Dia aktif dalam mengarahkan jalannya peristiwa, meskipun sering kali melalui cara-cara yang tidak terduga dan bahkan menakutkan. Bagi raja-raja dan bangsa Israel pada masa itu, pengenalan akan peran Tuhan dalam kebangkitan Pekah seharusnya menjadi panggilan untuk introspeksi dan pertobatan. Kegagalan mereka untuk merespons peringatan ini pada akhirnya membawa mereka pada kehancuran yang lebih besar, seperti yang akan dicatat dalam pasal-pasal berikutnya.